Thinkway Logo
Penjualan rokok eceran dilarang

Usaha Pedagang Kecil Terancam Pasca PP Kesehatan Disahkan

JAKARTA, THINKWAY – Pada 26 Juli 2024, Presiden Jokowi menandatangani terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Namun, disayangkan, regulasi kesehatan ini juga turut mengatur penjualan rokok dan produk tembakau, di dalam Pasal 429 sampai Pasal 463. Pemerintah melarang penjualan rokok batang satuan alias eceran. “Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: Secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik,” demikian bunyi Pasal 434 Ayat (1) huruf c.

Pelarangan penjualan rokok eceran ini jelas akan memukul sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pedagang kecil dan asongan. Sektor ini berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, sektor ini menyerap lebih dari 116 juta tenaga kerja dan menyumbang sekitar 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Dampak ekonomi dari larangan penjualan rokok ketengan di PP Kesehatan ini tidak boleh diabaikan. Seperti diutarakan oleh Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) bahwa penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia.

“Kami menolak keras dua larangan ini karena beberapa faktor. Salah satunya karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan, atau fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau. Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru bagi kami sebagai pelaku usaha,” ungkap, Suhendro, Ketua Umum APRASI.

Dengan kondisi tersebut, Suhendro memaparkan, larangan terhadap produk tembakau yang ditegaskan dalam PP Kesehatan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya.

“Jika aturan ini diberlakukan, kami telah menghitung penurunan omzet usaha sebesar 20%-30%, bahkan sampai pada ancaman penutupan usaha karena komoditas ini menjadi penyumbang omzet terbesar bagi teman-teman pedagang pasar,” tegasnya.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.