Thinkway Logo
Kerumunan perokok area merokok di Jepang (Sumber Koji Sasahara / Associated Press)

Menanti Ruang Kawasan Tanpa Rokok yang Ramah Konsumen

THINKWAY.IDJakarta. Kota dengan persona metropolitan, kota dengan fasiltas publik yang secara langsung dan tak langsung menjadi rujukan penyediaan fasilitas umum untuk daerah lain. Khusus soal penyediaan ruang publik yang ramah konsumen, apakah kenyataannya sudah demikian? Sepertinya belum.

Juni 2022, saya pulang ke Jogja. Kota yang perlahan juga sedang latah membangun infrastruktur. Seorang Kawan, namanya Joni, bercerita kalau dia baru pulang dari Singapura dalam rangka urusan pekerjaan periklanan. Joni bercerita soal kebisasaan merokok penduduk Singapura, khususnya golongan pekerja kantoran.

Joni bercerita, bahwa ia menjumpai kebiasaan unik konsumen yang kebetulan para pekerja kantoran di Singapura. Sebenarnya bukan unik, tapi lebih tepatnya ke template. Ini sangat tekait erat dengen selera rokok warga non-Indonesia. Ruangan kusus merokok di negara maju, seperti Singapura, biasanya sengaja didesain tak terlalu nyaman. Sempit, sirkulasi udaranya kurang bagus, tak ada tempat duduk, asbak yang tekesan dibatasi, dan seolah konsumen di-settting agar tak terlalu lama berada di tempat tersebut.

Kita semua khususnya konsumen rasanya hampir sepakat bahwa kebiasaan merokok di Indonesia sangat kental dengan kearifan lokal. Orang-orang Indonesia, kebanyakan tak bisa merokok tanpa dampingan minuman, minimal kopi atau air putih. Penyediaan kawasan khusus merokok saya pikir bisa memperhatikan hal tersebut. Indonesia tak bisa secara mentah mengikuti template ruangan ramah konsumen yang merujuk pada yang sudah diberlakukan di kota-kota besar dunia. Minimal, menurut saya harus lebih manusiawi. Pun demikian dengan jumlahnya.

Jangan pernah melupakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57/PUU-IX/2011, pasal 115 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa tempat kerja dan tempat umum lainnya wajib menyediakan ruang merokok. Kawasan dan atau ruangan merokok merupakan amanat konstitusi. Kewajiban penyediaan fasilitas ini dilandasi dengan peraturan daerah kawasan tanpa rokok (Perda KTR) yang pada 2020 lalu sudah diterapkan di 397 kabupaten/kota di Indonesia. Kewajiban ini tentu saja harus dilaksanakan karena bisa dikatakan menjadi jembatan antara hak konsumen dan yang bukan konsumen.

Seberapa sulit sebenarnya menyediakan kawasan dan atau ruangan merokok yang manusiawi? Secara teori seharusnya tak terlalu sulit. Ini hanya persoalan tekad dan kemauan. Harapannya, tetu saja juga tetap memperhatikan kearifan lokal.

Alasan tebatasnya sumber dana sepertinya kurang relevan. Tampaknya banyak yang belum memahami soal Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). DBHCHT adalah bagian dari transfer pusat (APBN) ke daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan atau provinsi penghasil tembakau untuk mewujudkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam pengelolaan APBN. Sasaran utama DBHCHT adalah petani tembakau dan tenaga kerja pabrik rokok.

Fungsi utama DBHCHT:

  • Peningkatan Kualitas Bahan Baku
  • Pembinaan Industri
  • Pembinaan Lingkungan Sosial
  • Sosialisasi
  • Pemberantasan BKC Ilegal

 

Dalam konten resmi YouTube BPPK Kemenkeu RI, disebutkan bahwa dana untuk infrastruktur bisa dimungkinkan diambil dalam bagian ketiga fungsi utama DBHCHT, yaitu Pembinaan Lingkungan Sosial.

Indonesia bisa mengadopsi model-model kawasan dan atau ruangan khusus konsumen seperti yang sudah sudah dilakukan oleh Jepang (tautan url Thinkway soal model kawasan/ruangan merokok di Jepang). Jangan lupa tambahkan unsur kearifan lokal. Hal yang umum pada kawasan/ruangan khusus merokok tersebut adalah, tempat tersebut mudah diakses, bertanda khusus, ruangan yang bersifat indoor memiliki AC dan filter udara, dan tentu saja asbak. Asbak merupakan fasilitas paling umum yang harus ada dalam kawasan dan atau ruangan ramah konsumen. Pada marketplace, banyak dijumpai took daring yang menyediakan asbak yang lazim kita temui di mall atau hotel, mulai dari harga Rp. 200.000. tentu saja banyak pilihan asbak lain yang lebih murah. Sangat mungkin untuk dibuat asbak custom, serahkan pada vendor, misalnya.

Desain Ideal Kawasan Tanpa Rokok

Soal desain ruangan yang ideal, tentu saja akan sangat teknis. Yang jelas, tetap harus memperhatikan Pasal 51 PP 109/2012 yang berbunyi:

  1. Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf f (tempat kerja) dan huruf g (tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan) menyediakan tempat khusus untuk merokok.
  2. Tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan ruang terbuka yang berhubungan langsung dengan udara luar.

 

Penekanannya ada pada poin: Tempat khusus merokok harus merupakan ruang terbuka yang berhubungan langsung dengan udara luar. Artinya, pengejawantahannya adalah pada sirkulasi udara. Ini saya pikir adalah PR besar yang harus dikerjakan oleh penyedia ruangan khusus merokok.

Kabar terbaru, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sedang melakukan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) dalam program Legislasi Daerah. Penyusunan tersebut berpotensi cacat proses, karena tidak menjunjung asas keterbukaan dan keterlibatan publik. Ini ditengarai seolah-olah kental dengan unsur pelarangan, bukan mengatur dengan cara elegan.

Tentu saja ini kemudian akan berbanding terbalik dengan dorongan dari golongan warga konsumen agar tesedia kawasan dan ruangan merokok yang manusiawi. Ini tak lain dan tak bukan, agar terjadi keseimbangan hak antara aktivitas merokok dan hak orang yang tak merokok. Dengan penyertaan area khusus merokok yang nyaman di Kawasan Tanpa Rokok, para penikmat konsumen produk tembakau mendapatkan haknya. Semoga hal ini jadi bagian yang tak luput dalam penyusunan Ranperda KTR DKI. Ini perlu dikawal oleh seluruh ekoistem pertembakauan mulai dari pekerja, konsumen, akademisi, dan masyarakat yang masih peduli dengan isu terkait.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.