SEMARANG, THINKWAY – Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) menyerahkan permohonan perlindungan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) dari pasal-pasal pengaturan penjualan produk tembakau yang mengancam keberlangsungan mata pencaharian pedagang. RPMK tersebut diketahui memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek untuk diberlakukan.
“Ada 10 juta anggota Aparsi yang terdiri dari 10 ribu pasar tradisional, yang tentu di dalamnya menjual produk tembakau akan terimbas pelarangan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan. Selain tergerus pendapatannya, keberadaan usaha pedagang pasar juga terancam hilang,” Ketua Umum Aparsi Suhendro dalam keterangan tertulisnya, Senin, 30 September 2024.
Permohonan tersebut menyatakan tiga hal. Pertama, komitmen penuh dalam mendukung program pemerintah dan bekerja sama dengan berbagai pihak. Kedua, pernyataan terkait Pasal 434 ayat (d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28) untuk tidak diimplementasikan karena setiap lokasi usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Ketiga, penjualan produk tembakau dan rokok elektrik 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak tidak berlaku surut, sehingga semua toko atau usaha ritel yang sudah berdiri tetap dapat menjual produk tembakau dan rokok elektrik demi keadilan berusaha. Anggota Aparsi juga menolak ketentuan kemasan polos tanpa merek.
“Aparsi dan asosiasi sektor ritel maupun pasar memohon perlindungan pemerintah, melalui hal ini Kemendag sebagai pembina sektor kami, agar pasal-pasal di dalam PP No 28 Tahun 2024 dan pembahasan aturan teknisnya yang ada di RPMK dihentikan, agar tidak merugikan pedagang kecil di lapangan,” ujar dia.
Di tengah kondisi ekonomi yang semakin berat saat ini, Suhendro berharap pemerintah dapat melindungi para pelaku ekonomi kerakyatan, termasuk para pedagang. Selama ini, ia mengungkapkan, produk tembakau dan rokok elektrik adalah barang legal yang berkontribusi terhadap pendapatan pedagang dan penerimaan negara.
“Kami siap berkolaborasi, bersinergi untuk melakukan langkah preventif menekan angka perokok pemula dan mencari jalan tengah agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dari regulasi yang ada seperti dampak larangan zonasi 200 meter. Kami siap berkolaborasi untuk terus menurunkan angka prevalensi perokok anak” tegasnya. Adapun Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan bahwa angka prevalensi perokok anak sudah turun dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 7,4 persen pada 2023. Pencapaian ini telah melebihi target yang telah ditetapkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu 8,7 persen.
Menggabungkan Semua Aturan
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag Moga Simatupang mengungkapkan, PP No 28 tahun 2024 yang memang dibuat dengan konsep omnibus law tersebut menggabungkan semua pengaturan. Termasuk pengamanan zat adiktif yang di dalamnya terkait zonasi penjualan dengan radius 200 meter.
“Kami sudah menerima banyak pengaduan dari beberapa sektor bukan hanya ritel dan beberapa kementerian juga tengah membahas kondisi tersebut. Silakan disampaikan pada Kemenko Perekonomian untuk dibahas lebih lanjut, karena ini kan inisiatornya Kemenkes,” ujar Moga.