THINKWAY.ID – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI) meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mendandatangi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 karena dinilai menekan dan merugikan keberlansungan pekerja di industri hasil tembakau.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto AS mengataskan pihaknya tegas untuk menolak sejumlah pasal-pasal pengaturan tembakau karena belum adanya pelibatan pekerja industri tembakau dalam perumusannya. “kami juga memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menandatangani RPP Kesehatan karena jika ditandatangani ini akan sangat menekan dan merugikan keberlangsungan pekerja yang merupakan sektor padat karya,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta.
Selain memohon kepada Presiden Jokowi, FSP RTMM-SPSI, lanjut Sudarto, juga memberikan apresiasi kepada pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekeonomian), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah terbuka dalam menyambut aspirasi terkait penolakan sejumlah pasal dalam RPP Kesehatan khususnya pasal-pasal pertembakauan.
Baca Juga:https://thinkway.id/dampak-peraturan-pemerintah-terhadap-ekosistem-pertembakauan-di-indonesia/
“Untuk itu, kami sampaikan apresiasi kepada Kemenko Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kemenperin dan Kementan yang telah menerima aspirasi kami secara terbuka. Ke depannya, kami berharap kementerian terkait lainnya turut mendengarkan aspirasi kami,” ungkapnya.
Minim Pelibatan Serikat Pekerja
FSP RTMM-SPSI, sebelumnya, menyesalkan sikap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kememkes) yang terkesan terburu-buru dalam merumuskan RPP Kesehatan tanpa adanya pelibatan serikat pekerja industri tembakau. Padahal, dampak dari isi RPP Kesehatan tersebut akan berakibat fatal terhadap nasib para pekerja di industri yang telah memberikan kontribusi besar terhadap pemasukan negara.
“Hingga kini, kami yang mewakili pekerja industri tembakau tidak pernah dilibatkan, sehingga tidak tahu bentuk final dari aturan tersebut. Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di media juga mengkhawatirkan. Proses pembuatan RPP Kesehatan yang terjadi saat ini itu tidak transparan dan sembunyi-sembunyi. Kami sangat khawatir atas adanya pasal-pasal pengaturan tembakau yang mengarah kepada tekanan pelarangan total produk tembakau” ujarnya.
Sudarto menegaskan pihaknya telah berupaya dan akan terus menyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk meninjau kembali pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan dan meminta pelibatan serikat pekerja tembakau dalam proses perumusan. Ia juga turut mengapresiasi sejumlah pihak yang telah memberikan ruang audiensi untuk mendengarkan pendapat serikat pekerja atas aturan kontroversi tersebut.
Sudarto mengatakan bahwa dalam audiensi kali ini, Kemenko Perekonomian dan Kemenaker turut menyampaikan pandangannya terkait partisipasi Kementerian terhadap penyusunan RPP Kesehatan, utamanya Kemenaker. Kedua Kementerian ini dipandang memahami potensi dan dampak besar yang akan terjadi apabila RPP Kesehatan disetujui tanpa melibatkan berbagai pihak terkait. Sudarto menambahkan bahwa di kesempatan audiensi tersebut pihaknya juga berupaya menyampaikan aspirasi dari para pekerja secara langsung kepada Bapak Menteri Kesehatan atau perwakilan dari Kementerian Kesehatan, namun amat disayangkan FSP RTMM-SPSI hanya diterima di ruang surat.
Sudarto melanjutkan bahwa serikat pekerja mempertanyakan urgensi pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan yang terkesan serampangan sekaligus mengancam keberlangsungan industri tembakau beserta para pekerjanya. Padahal, aturan-aturan terkait tembakau sendiri sudah diatur secara komprehensif dalam PP 109 Tahun 2012.
“Regulasi dan kebijakan pemerintah terkait pengendalian industri tembakau perlu pendalaman masalah secara serius, sehingga tidak mengorbankan pihak-pihak yang terlanjur bergantung di dalamnya. RPP yang ketat bukan solusi. Petani, pekerja, pedagang yang terkait langsung dengan industri tembakau, maupun sektor usaha penunjang lainnya yang juga merupakan pihak yang masih membu
tuhkan adanya industri tembakau perlu mendapat perhatian serius dan mendapatan perlindungan dari pemerintah,” tegasnya. (*)