aTHINKWAY.ID – “Aku terlahir untuk memainkan sepak bola, seperti Beethoven yang dilahirkan untuk menulis musik, dan Michelangelo yang terlahir sebagai pelukis“. Kata-kata tersebut adalah ungkapan Pele, memandang dirinya dan sepak bola.
Belum lama masyarakat sepak bola dunia masih terlena dengan euforia Piala Dunia, pada Kamis (29/12) waktu setempat atau Jumat dini hari (30/12) WIB, seorang legenda terbesar sepak bola dunia, Pele, meninggal dunia dalam usia 82 tahun di Sao Paolo.
Media diriuhkan dengan berita duka tersebut. Tak hanya pesepakbola dunia yang turut mengucapkan duka, tapi juga berbagai kalangan mulai dari politisi dunia, musisi, bahkan aktor dunia. Google Doodle turut memberikan tribut khusus. Saat pencarian dengan kata kunci “Pele”, maka warnanya akan berubah menjadi hijau-kuning, warna khas timnas Brasil.
Lahir pada 1940 dalam keluarga miskin, Pele dikenal luas sebagai salah satu pesepakbola paling berbakat di dunia. Ia sangat sering disandingkan dengan Maradona, legenda Argentina. Pele bahkan disebut-sebut sebagai “The Original GOAT (Greatest of All Time)”, atau yang terhebat sepanjang massa. Ini tak lepas dari sepak terjang, prestasi, dan jasanya pada perkembangan sepak bola dunia.
Pesepakbola bernama lengkap Edson Arantes do Nascimento ini adalah satu-satunya pemain di muka Bumi yang sudah mengemas 3 tropi Piala Dunia, yakni edisi 1970 (Meksiko), 1962 (Chile), dan 1958 (Swedia).
Mendapat julukan “O Rei” yang berarti Raja, selama kariernya Pele hanya memperkuat dua klub yakni Santos dan New York Cosmos. Itu saja cukup baginya untuk menorehkan rekor dengan goal profesional terbanyak untuk klub, 655 goal dalam 700 pertandingan. Bersama klub dan tim nasional Brasil, catatan goalnya mencapai 757.
Jika ditotal, Pele telah menjaringkan 1.281 goal dalam 1.363 pertandingan dalam 21 kariernya di sepak bola, termasuk 77 goal dalam 92 pertandingan untuk timnas Brasil.
Pele diakui sebagai salah satu sosok yang berperan besar merubah sepakbola Brasil, bahkan dunia. Ia menjadi sosok pesepakbola termuda yang pernah memenangi Piala Dunia, dalam usia 17 tahun. Ia mencatatakn rekor ini pada Piala Dunia 1958 di Swedia dengan torehan 2 goal pada laga tesebut.
Pele tak pernah main di klub-klub Eropa, padahal tim raksasa seperti Real Madrid, Manchester United dan Juventus pernah mengincarnya. Pemerintah Brasil mencegah kepindahan Pele dengan dalih bahwa ia adalah bagian dari “harta karun negara” dan tidak diijinkan bermain sepak bola di luar Brasil.
Pernah Melawan Timnas Indonesia
Pele pernah menyambangi Indonesia pada 1972 silam. Bersama klub Santos, waktu itu ia melawan timnas Indonesia pada laga yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta, dalam partai persahabatan.
Pertandingan ini berhasil menyedot animo sekitar 75 ribu pasang mata yang terkesan dengan reputasi permainan Pele. Walaupun saat itu ia dianggap tak mampu menunjukkan kualitas terbaiknya, ia tetap berhasil menorehkan satu gol dalam skor tipis 2-3 untuk kemenangan Santos.
Goal lain untuk Brasil dicetak oleh Edu dan Jadel. Sementara itu dua gol timnas Indonesia ke gawang Santos dicetak oleh Risdianto. Saat itu timnas Indonesia berada di bawah asuhan Endang Witarsa.
Dua tahun berselang, Pele kembali mendatangi Indonesia, namun bukan untuk bermain sepakbola. Kunjungannya ke Indonesia pada 1974 merupakan bagian dari agenda tur ke sejumlah kota di negara-negara Asia.
di Jakarta, Pele sempat bertemu Presiden Soeharto di Istana Kepresidenan Jakarta untuk membicarakan kerjasama sepak bola dan ekonomi antara Indonesia dan Brasil. Ia mengakui bahwa bahan lateks bola buatan Indonesia punya kualitas terbaik di dunia.
Sebagai kenang-kenangan, Pele menyerahkan jersey sepak bola bernomor punggung 10 kepada Soeharto. Ia juga memberikan sebuah medali khusus sebagai peringatan atas pengunduran dirinya dari sepak bola profesional.
Majalah Tempo mencatat, saat kunjungannya ke Indonesia, Pele digambarkan memiliki sikap yang ramah, rendah hati, dan sederhana.
Warisan Pele untuk Sepak Bola Dunia
Sebelum kehadirannya, sepak bola hanyalah sebuah olahraga. Tapi Pele berhasil mengubah segalanya, dengan cara alamiah. Ia telah mengubah sepak bola menjadi seni dan hiburan dengan sihir yang kuat. Bahkan kepopuleran Piala Dunia sepak bola mampu mengalahkan pesta olah raga dunia, Olimpiade.
Peran Pele di sepak bola memberikan pesan mendalam bagi orang-orang yang kurang mampu dan kulit hitam untuk terus maju. Untuk Brasil, ia berjasa menaikkan status negara tersebut tak cuma dalam bidang sepak bola, tapi juga dalam banyak aspek.
Reputasinya bahkan mampu menghentikan perang. Tahun 1969, Pele dan skuad Santos melakukan tur ke Lagos, saat negara itu sedang dilanda perang saudara antara Nigeria dan Biafra. Demi sebuah pertandingan sepak bola, pihak yang berkonflik sepakat melakukan gencatan senjata selama 48 jam. Walaupun sekejap, ia mampu menghadirkan kedamaian di wilayah tersebut.
Tahun lalu di seri dokumenter Netflix, Pele mengatakan bahwa salah satu alasan ia tak mau merumput lagi adalah sebagai bentuk protesnya pada pemerintah militer Brasil periode 1964-1985. Ia sepenuhnya pensiun dari sepak bola pada tahun 1977, dan sempat menjabat sebagai menteri olahraga Brasil pada 1995-1998.
Musisi besar dunia John Lennon, pernah mengatakan bahwa rock and roll seharusnya disebut Chuck Berry bagi pengaruhnya terhadap genre musik, sementara sepak bola seharusnya dijuluki sebagai Pele.
Sebuah film dokumenter berjudul Pele: Birth of a Legend (2016) dibuat sebagai kredit atas pencapaian gemilangnya di sepak bola.
Tahun 2000, badan sepak bola dunia FIFA, menganugerahi Pele sebagai “Pemain Abad Ini”. Ia diakui sebagai pembawa standar “permainan indah” pada sepak bola, merujuk pada teknik gocekan meliuk-liuk ala sepak bola Amerika Selatan.
Kini, sesuai dengan apa yang diinginkan Pele, ia mungkin saja sudah bertemu kawan sekaligus kompetitornya dari masa yang berbeda, Si Bogel Maradona. Pele pernah mengomentari momen meninggalnya Maradona pada 2020. Bahwa suatu hari, ia berharap bisa bermain bersama (Maradona) di langit.
Kepergiannya jelang tutup tahun 2022 seolah memberikan pesan pada dunia bahwa kini sudah saatnya sepak bola dunia era modern berganti generasi, walaupun sosoknya tak akan pernah tergantikan bahkan oleh Neymar, Ronaldo, bahkan Messi sekalipun.