Thinkway Logo

Layangan Putus: Cinta Segitiga dan Romansa yang Masih Biasa Saja

THINKWAY.ID – Roman percintaan adalah jaminan popularitas. Sudah terbukti sejak kisah klasik Dewi Shinta dan Mahabarata yang sampai menimbulkan Baratayudha dimulai dari rasa cinta itu. Melalui roman-roman cinta manusia dinilai sebagai baik atau buruk, beradab atau jahat, dan stempel sebagai siapa paling hina dan siapa paling mulia. Sampai hari ini pun roman-roman itu masih menjadi magnet popularitas yang tentu saja hari ini sudah tidak sekedar menjadi darma. Tapi kisah cinta yang menjadi esensi dari kehidupan manusia itu sudah mempunyai sisi kapitalnya.

Kisah percintaan Aris dan Kinan yang diangkat dalam serial Layangan Putus adalah kelanjutan dari kisah-kisah percintaan yang menjadi jaminan popularitas. Kita bahkan tidak perlu mencari kemiripan dari apapun tentang kisah ini. Kalau mau dicari mungkin ada ratusan bahkan ribuan judul yang dapat dimirip-miripkan dengan kisah ini. Kisah yang berawal dari unggahan di Facebook oleh Mommy ASF (Eca Prasetya) yang kemudian dibukukan adalah sebuah kisah yang bisa menimpa siapa saja, kapan saja, dimana saja, sangat manusiawi sekali. Dan itulah sebetulnya hakikat dari kisah cinta hingga menjadi sangat populer, menjadi sangat umum, adalah karena sifatnya sangat manusiawi.

Tidak ada satu kisah cinta yang kemudian dituliskan dalam novel atau diangkat ke layar lebar maupun layar kaca atau apapun medianya tidak menyentuh langsung sisi-sisi manusiawinya. Sejak kisah Siti Nurbaya hingga Ada Apa dengan Cinta mempunyai satu benang merah yaitu drama percintaan meskipun sudah beda zaman. Tak terkecuali Layangan Putus, sama-sama kisah cinta yang mempunya sisi antagonis dan protagonis yang dapat di dramatisir sebagai sebuah serial TV layak dengan komoditas memberikan cap kepada siapa yang baik siapa yang buruk, siapa yang beradab siapa yang jahat, dan akan berakhir dengan siapa yang hina dan siapa yang mulia.

Kisah adaptasi dengan latar belakang kisah cinta baik segitiga maupun segi empat memang akan terasa lebih mempunyai ikatan dengan para penonton. Bagamana tidak, kegiatan sehari-hari yang dialami oleh penulis awal kisah ini yang menyebut dirinya sebagai Mommy ASF itu seakan pengalaman yang dialami banyak orang, memang tidak sama persis tapi sebagai orang yang teraniaya pasti mengundang simpati hingga empati dari yang hanya membaca kisahnya hingga yang mempunyai kedekatan personal dengannya. Dari platform media sosial, dipopulerkan melalui novel yang kemudian diadaptasi menjadi serial TV adalah bukti bahwa kisah yang dialami Mommy ASF tersebut potret yang perlu sebagai ingatan kolektif tentang bagaimana seharusnya mengelola hubungan yang didasari cinta dalam kehidupan berumah tangga.

Serial yang tayang setiap Jumat dan Sabtu melalui platform WeTV ini diproduksi oleh MD Entertainment masih tetap menggunakan jurus-jurus yang sama dalam produksi-produksi drama di Indonesia. Dengan memanfaatkan gelombang kepopuleran dari platform lain yang kemudian dibukukan tampaknya pihak MD tidak mau tangung-tanggung dalam memproduksi sinetron ini. Aktor yang menjadi jaminan pasar di Indonesia, Reza Rahardian berperan sebagai Aris didampingi oleh Putri Marino yang berperan sebagai Kinan dan Anya Geraldine yang berperan sebagai Lydia didapuk menjadi aktor utama serial ini.

Para pemeran utama dalam serial ini jelas tidak mengalami kesulitan dalam memerankan peran masing-masing di serial ini. Setting cerita yang masih erat dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah salah satu yang mendukung kemudahan itu. Hanya saja dalam beberapa secara teknik pemeranan masih terasa sangat picisan sebagai sebuah serial yang mengangkat kehidupan orang kaya perkotaan yang hidup serba berkecukupan. Jelas dalam hal ini jika dibandingkan dengan serial-serial dari Korea dalam banyak hal masih tertinggal jauh, walaupun secara cerita terlihat begitu-begitu saja.

Selain dari deretan aktor dan aktris yang  menjadi jaminan sukses di pasar dari serial ini tentu saja peran penting sutradara tidak bisa kita abaikan begitu saja. Benni Setiawan adalah sutradara yang pernah meraih Piala Citra tahun 2010 melalui filmnya 3 Hati, Dua Dunia, Satu Cinta yang juga diadaptasi dari novel karya Ben Sohib dengan sukses mengarahkan cerita Layangan Putus ini menjadi satu serial populer yang menduduki trending topik di Twitter.

Meskipun diangkat dari kisah adaptasi masih terasa sentuhan sutradara dengan berbagai plot twist nya di serial ini. Dengan pengalamannya sebagai sutradara yang terus produktif jelas tidak mengalami kesulitan apapun dalam mengarahkan para pemeran dan menyesuaikan cerita dalam serial ini. Meskipun masih ada kekurangan disana-sini namun secara karya bagaimanapun juga Layangan Putus layak diapresiasi.

Related Articles

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.