THINKWAY.ID – Akhir tahun 2022, Presiden Jokowi menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Terbitnya Perppu ini merupakan “jalan pintas” yang ditempuh pemerintah, sebagai langkah untuk menggantikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2021.
Menurut MK, Omnibus Law atau metode penggabungan dalam UU Cipta Kerja tak cukup jelas, berupa pembuataan UU baru atau sekadar revisi. UU Cipta Kerja dinilai kurang memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan pihak-pihak yang berkepentingan.
Misalnya pada proses penetapan UU Cipta Kerja lalu, draf UU tersebut dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
MK menyatakan, apabila sejak dinyatakan inkonstitusional dan dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.
Dalam putusannya, MK mengamanatkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik.
Sementara itu, alasan pemerintah menerbitkan Perppu ini, terkait ancaman global dan stagflasi baik ekonomi maupun politik. Pemerintah mengklaim Perppu ini untuk memberikan kepastian hukum untuk investor. Publik menilai, dikhawatirkan pembangunan pembangunan dan investasi yang tak terkontrol masyarakat akan membuat prosesnya tak terbuka, dan dinilai berpotensi menguntungkan pihak tertentu.
Peraturan Libur dan Jam Kerja Buruh
Perppu Cipta Kerja menetapkan waktu libur pekerja paling sedikit hanya sehari dalam sepekan. Dengan kata lain, Perppu Cipta Kerja menghapus hak libur pekerja yang sebelumnya mengatur dua hari dalam seminggu.
Perppu ini tetap memungkinkan pekerja mendapat libur dua hari, tergantung pada jam kerja. Dalam Pasal 77 mengenai waktu kerja, berbunyi 7 jam atau 8 jam sehari.
Untuk waktu kerja lembur, hanya boleh dilakukan paling lama 4 jam dalam satu hari dan 18 jam dalam seminggu.
Selain itu, pengusaha yang terlambat membayar upah buruh akan dikenakan denda.
Perppu Cipta Kerja tidak mengatur secara spesifik waktu istirahat atau cuti panjang yang seharusnya diberikan untuk pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun berturut-turut. Ketentuan istirahat panjang diperuntukkan hanya bagi pekerja atau buruh di perusahaan tertentu. Waktu istirahat panjang akan diberikan dan diatur dalam Perjanjian Kerja hingga Perjanjian Kerja Bersama.
Ketentuan PHK dan Pembayaran Pesangon
Ketentuan soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seringkali disuarakan saat publik merespon penetapan UU Cipta Kerja. Untuk diketahui, Menurut Perppu Cipta Kerja, pengusaha dilarang melakukan PHK terhadap karyawan dalam 10 jenis kondisi khusus. Ini diatur dalam Pasal 153 ayat (1). Kesepuluh kondisi itu adalah:
- Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;
- Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
- Menikah;
- Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
- Mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
- Mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
- Mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
- Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
- Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Saat perusahaan melakukan PHK, maka Perppu Cipta Kerja telah mengatur besaran pesangon yang diterima karyawan, yakni maksimal 9 kali besaran upah.
Sementara itu diberitakan bahwa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tak menolak Perppu ini, dengan catatan khusus, alias tak sepenuhnya setuju dengan isi Perppu.
Misalnya, buruh menolak penentuan upah minimum yang tetap harus berdasarkan inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kelompok buruh juga menolak formula kenaikan upah minimum yang bisa berubah sesuai keadaan ekonomi. Padahal seharusnya kenaikan upah tetap harus dilakukan, kecuali perusahaan yang mengalami kerugian selama dua tahun berturut-turut.
Kalau dulu draft UU Cipta Kerja susah diakses publik, kini produk hukum Perppu penggantinya dapat diakses melalui situs kementerian Sekretaris Negara.