THINKWAY.ID – Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk rokok resmi dinaikkan oleh pemerintah dengan besaran rata-rata 10% untuk 2023 dan 2024. Hampir semua kelompok rokok, kini dikenakan kenaikan tarif CHT, mulai dari Sigaret Kretek Mesin (SKM) sekira 11,5-11,75%, Sigaret Putih Mesin (SPM) 11-12% dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebesar 5%. Tak hanya untuk rokok reguler, rokok elektronik juga akan terimbas, bahkan tarif cukainya akan terus naik setiap tahun selama 5 tahun ke depan.
Dalam keterangan resminya pada Kamis (3/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan aspek-aspek dalam industri pertembakauan, mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok. Tapi benarkah demikian?
Tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena tarif cukai SKT biasanya tak dinaikkan, atau dinaikkan tapi dalam tarif rendah dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud adalah karena dalam proses produksi SKT lebih banyak menyerap tenaga kerja, serta memanfaatkan bahan-bahan utama dari dalam negeri. Tahun ini menjadi kontradiktif, karena kedua hal itu seolah tak lagi menjadi bahan pertimbangan.
Rokok kretek sederhananya merupakan jenis rokok dari bahan baku tembakau asli yang dikeringkan, dan dipadukan dengan cengkeh dan saus yang tediri dari campuran beberapa rempah terpilih. Di Indonesia, kretek pabrikan umumnya diproduksi manual dengan tangan menggunakan alat mekanik sederhana dengan bahan utama kayu, sehingga muncullah kategori rokok SKT.
Kretek Sebagai Produk Khas Indonesia
Proses produksi kretek semacam ini hanya terjadi di Indonesia, tak dilakukan oleh produsen rokok negara lain. Itu membuat, SKT sangat identik dengan negeri ini. Konon ceritanya, para sesepuh kretek berpesan pada generasi penerusnya, bahwa cara ini harus dipertahankan. Alasannya, agar masyarakat sekitar pabrikan kretek bisa bekerja dan hidup dari industri ini. Lepas dari kebenaran cerita itu atau tidak, nyatanya SKT sudah menyerap ratusan ribu pekerja yang menggantungkan ekonomi dari industri ini.
Sudah diketahui oleh umum bahwa sektor SKT banyak menyerap tenaga kerja, khususnya kaum perempuan dengan pendidikan terbatas. Mereka terancam kehilangan pekerjaan akibat naiknya tarif cukai SKT. Dikhawatirkan, para pekerja SKT bisa dirumahkan oleh pengelola pabrik, karena beban biaya produksi dan tenaga kerja. Belum lagi soal petani yang juga akan terimbas. Produksi SKT diprediksi menurun, sehingga bahan baku tembakau juga menurun penyerapannya.
Kretek Sebagai Warisan Budaya
Belum lagi soal budaya. Kretek Indonesia lebih dari sekadar barang konsumsi. Mulai dari sejarah panjang yang bisa ditelusuri, penggunaan bahan-bahan rempah asli Indonesia, proses pembuatan, serapan industri, sampai kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh para konsumen Kretek.
Masyarakat Indonesia penikmat kretek, umumnya tidak punya alasan khusus menyesap asap kretek, misalnya dengan tujuan utama mengkonsumsi nikotin dalam kadar tertentu. Ini sebabnya ada saus sebagai bahan pelengkap selain cengkeh sebagai rempah wajib. Ini membuat rasa kretek menjadi sangat kaya. Jika dibandingkan dengan SPT atau rokok putih, kretek adalah rokok dengan rasa yang sungguh unik. Dalam sebuah pernyataan, penulis legendaris Indonesia Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa rokok putih adalah rokok yang yang “miskin” secara rasa (Mark Hanusz: Kretek – The Culture and Heritage Of Indonesia’s Clove Cigaretts).
Menurut Pram, kretek merupakan sebuah komoditas yang sangat signifikan bagi kedualatan ekonomi nasional. Pengaruh kretek sangat kuat terhadap ranah sosial dan budaya. Saat kretek muncul, secara alami tradisi meng-kretek di kalangan masyarakat pun mulai terbangun. Alih-alih menyebit dirinya sebagai perokok, sebagian masyarakat Indonesia lebih suka menyebut dirinya sebagai “Pengkretek”.
Nilai Sosio-Kultural Kretek
Nilai sosio-kultural kretek adalah fungsi kretek dalam konteks hubungan sosial di antara masyarakat. Kretek bisa menjadi pemecah kebekuan sosial untuk membangun keakraban dalam persahabatan dan persaudaraan di antara masyarakat. Karena memang sudah menjadi tradisi dan budaya, kretek kemudian mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia.
Selain itu, kretek tak hanya berfungsi untuk basa-basi sosial, tapi juga aktivitas-aktivitas ritual dan spiritual. Kretek turut menjadi bagian dari aktivitas religiusitas masyarakat Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya Jawa, kretek dipercaya sebagai salah satu unsur sesajen (persembahan) sebagai lantaran doa pada Yang Maha Kuasa. Meng-kretek menjadi dekat dengan ritualitas.
Jangan lupakan juga kaitan kretek dengan dunia politik dan diplomasi. Kretek dekat pula dengan revolusi Indonesia. Kisah aksi diplomasi Haji Agus Salim di Eropa di masa lalu, kalau ditelaah, sebenarnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang barangkali bisa diinterpretasikan dengan fakta bahwa Haji Agus Salim secara pribadi tengah mengkritik praktik imperialisme Barat atas Indonesia.
Masyarakat Indonesia banyak yang menikmati kretek dalam berbagai bentuk aktivitas dan proses berkarya mereka. Kretek dan tradisi meng-kretek menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia. Dengan terintegrasinya tradisi kretek dalam kehidupan masyarakat, maka kretek turut membentuk identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Salah satu ciri khas bangsa Indonesia adalah menyukai kretek. Tak bisa dipungkiri, Kretek adalah salah satu ikon budaya Indonesia. Maka melindungi kretek, artinya juga menjaga warisan budaya Indonesia.