Thinkway Logo

Jono, Desa Penghasil Rokok Tertua Di Jawa

Tidak semua daerah untuk berkampanye anti rokok. Desa Jono, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, salah satunya. Di sini secara turun temurun, warganya memproduksi rokok klembak menyan, rokok khas Desa Jono.

Jangan dikira, seluruh rakyat Indonesia setuju gerakan anti merokok. Warga masyarakat Jono, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, membantah jika merokok dianggap merusak kesehatan.

Setidaknya, merokok membuat warga Desa Jono, sejahtera, itu ungkapan umum di kalangan mereka.

Betapa tidak, ribuan orang, ratusan kepala rumah tangga di sini, secara turun temurun hidup dari memproduksi rokok klembak menyan. Rokok khas, Desa Jono. Yang kemudian dikenal sebagai Rokok Njono.

Bahkan rokok klembak menyan buatan rakyat ini, menjadi santapan rakyat kebanyakan di hampir seluruh wilayah pesisir selatan Jawa Tengah, dari Purworejo hingga Cilacap, Jawa Tengah.

Disini, industri dan produksi kerajinan rokok kretek klembak sudah ada sejak Zaman Belanda. Ditutup di zaman Penjajahan Jepang, tetapi kemudian bangkit lagi di era tahun 1970 – an.

Menurut catatan, kini terdapat 28 perajin besar kretek klembak menyan di Purworejo. Produksi rokok kretek klembak ini banyak dilakukan di rumah-rumah industri.

Cikal bakal industri kretek klembak menyan di Purworejo berawal dari Desa Jono, Kecamatan Bayan – Purworejo. Desa ini jugalah yang terkenal sebagai sentra kerajinan kretek klembak menyan.

Pangsa pasar dari industri kerajinan rokok kretek klembak ini terbesar berada di Purworejo, Kebumen, dan Banyumas. Dengan sebagian besar penggemarnya adalah petani dan buruh.

Pada tahun 1970-an, Desa Jono merupakan pusat pembuatan kretek klembak menyan. Disana pernah berdiri perusahaan rokok dengan nama PR Poncoroso. Berjaya hingga tahun 1980-an.

Perusahaan ini berhasil menyerap tenaga kerja hingga ratusan orang. Pada awal 1990, PR Poncoyosa mengalami kebrangkrutan dan menyebabkan ratusan karyawannya menjadi pengangguran.

Dalam perjalanannya, para mantan karyawan PR Poncoyoso, yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan melinting, mulai kembali beraktivitas dengan membuat kerajinan rokok harga klembak sendiri dalam skala rumah tangga. Perkembangan ini pun diikuti oleh beberapa desa lain sekitar Desa Jono.

Untuk harga dari satu batang kretek lembak terhitung sangat murah dibandingkan rokok umum. Hanya seharga 1000 rupiah per batang. Karena rokok kretek klembak ini tidak mudah habis, bila ditinggal sejenak maka akan mati. Maka para perokoknya rata-rata mengisap hanya dua batang per hari.

Industri-industri kerajinan rokok rumahan di Purworejo ini sanggup memproduksi hingga ribuan batang. Produksinya pun sanggup menjadi alternatif pekerjaan baru bagi para ibu-ibu paruh baya dan lansia. Mereka mulai melinting rokok djolali di sela-sela pekerjaan rumah tangga atau setelah selesai dari sawah.

Sejak 2009 lalu, produksi kretek klembak dan khasiat rokok menyan di Desa Jono sudah tergabung dalam kelompok usaha produksi dan sudah mengantongi izin. Para produsen juga rutin membeli pita cukai seharga Rp 25 per pita cukai.

Pemerintah Purworejo melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan memberikan izin produksi bagi para produsen kretek klembak ini sebagai bentuk dukungan terhadap keberadaan pengrajin rokok kretek ini.

Tercatat pada tahun 2008, ada sebanyak 138 pengrajin klembak menyan ini. Pengrajin rokok klembak menyan ini rata-rata tidak memiliki merek dagang atau brand, dan biasa dikenal sebagai pengrajin “rokok polos”.

Tiap-tiap pengrajin mampu menyerap tiga sampai lima orang, dan sanggup memproduksi hingga 800 batang per hari.

Namun data terakhir menyebutkan bahwa pengrajin kretek klembak ini menurun drastis, yaitu sejumlah 28 produsen saja. Banyak kendala yang menyebabkan menurunnya industri rokok rumahan, diantaranya aturan-aturan pembatasan tata niaga hasil tembakau yang menjadi salah satu penghalang utama.

Meski di tahun 2011, pemerintah Kabupaten Purworejo telah memberikan kemudahan bagi para pengrajin kretek klembak menyan, berupa pemberian nomor pokok barang kena cukai (NPBKC) tanpa harus menyertakan sertifikat kadar tar dan nikotin.***

Sumber: JogjaInside

Related Articles