THINKWAY.ID – Genks! Tanda kenaikan harga berbagai jenis bahan bakar minyak (BBM) semakin jelas setelah pemerintah mengumumkan akan adanya bantuan sosial (bansos) tambahan. Ini artinya, segala kebutuhan pokok bakal naik.
Selain itu, di tengah harga-harga yang serba naik, pemerintah juga berencana menaikkan tarif cukai rokok. Hal ini terlihat di dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2023 dan Nota Keuangan, penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp245,45 trilliun.
Penerimaan cukai mencapai Rp245,45 triliun merupakan 81,3% total penerimaan kepabeanan dan cukai, tumbuh 9,5% dari outlook penerimaan tahun ini yang diramal bakal mencapai Rp224,20 triliun.
Dari sini bisa dilihat, rencana kenaikan tarif cukai tembakau terlihat jelas sekali. Sedikit mundur ke belakang, pada tahun ini saja, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok dengan kenaikan rata-rata 12%, sementara pada tahun sebelum tarif cukai rokok juga naik dengan rata-rata 12,5%.
Sudah terlihat jelas konsumen yang akan dirugikan: mulai dari BBM, bahan pokok yang melambung, sampai harga rokok yang juga akan naik.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, cukai rokok yang tumbuh 20,63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu berkontribusi sebesar 66,00% terhadap total penerimaan Kepabeanan dan Cukai. Hingga akhir Juli 2022, penerimaan cukai mencapai Rp122,14 triliun atau 58,19% dari targetnya.
Kenaikan penerimaan cukai sepertinya terus dieksploitasi pemerintah Genks! Padahal, semestinya pemerintah dapat melihat urgensi kenaikan tarif cukai rokok apakah sudah dibutuhkan atau belum. Sebab, masyarakat saat ini masih dalam proses pemulihan diri pasca pandemi covid-19.
Di tengah harga yang makin meroket, inflasi yang tinggi pun dikhawatirkan akan terjadi. Inflasi Juli 2022 saja sudah mencapai 4,94% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Salah satunya terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,16%.
Padahal, daya beli masyarakat masih belum pulih setelah dipukul telak pagebluk. Ini yang menyebabkan masyarakat belum sanggup membeli kebutuhannya. Keadaan ini bisa membuat kinerja daya beli masyarakat akan menurun dan bisa menyebabkan penurunan perputaran uang di masyarakat yang mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Genks! Sudah terlihat kan pemerintah juga kan yang akan dipusingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan tidak mencapai target. Semestinya pemerintah dapat mempertimbangkan kembali daya beli masyarakat jika ingin menaikkan suatu barang.
Jadi, sudah siap menghadapi kondisi kebutuhan serba naik? Bagaimana strategi kamu bertahan menghadapi kondisi ini, Genks?