THINKWAY.ID – Perang, biasanya terjadi atas perebutan teritori yang diperebutkan oleh dua pihak. Mulanya perang dunia kedua juga demikian ketika Jerman di bawah kepemimpinan fasis Adolf Hitler mulai mencaplok negara-negara di sekelilingnya. Asumsi atas apa yang terjadi hari ini dengan konfllik Ukraina dan Rusia pun demikian. Saling klaim atas lahan dan historis yang berujung pada penetapan ideologi pada masyarakat di area tersebut.
Pertanyaan lantas muncul bahwa sebenarnya bagaimana ini bermula. Baik Rusia dan Ukraina punya klaim historis masing-masing terkait teritori dan kedaulatan negaranya. Mengutip V. Riasanovsky dalam A History of Russia (1963) yang disadur oleh Tirto (25/2), pada 23 Juni 1917 Republik Rakyat Ukraina berdiri sebagai negara Ukraina modern dan diakui secara internasional.
Namun, Republik Rakyat Ukraina yang berideologi sosialis ini tidak berlangsung lama dan runtuh pada 29 April 1918. Selang tujuh bulan kemudian pemerintah baru yang anti-sosialis juga ikut runtuh digantikan kembali oleh Republik Rakyat Ukraina dengan pusatnya di Kiev. Dari tulisan ini sebenarnya sudah menggambarkan betapa konflik yang terjadi di Eropa Timur tersebut telah berlangsung lama.
Perang kemudian semakin meruncing pada 18 Maret 2021 yang berujung pada pembentukan Republik Sosialis Soviet Ukraina dan sudah barang tentu masuk dalam bagian dari teritori Uni Soviet. Tentu implikasi ini berujung pada keuntungan yang didapatkan oleh Uni Soviet dalam perang dunia kedua. Ukraina dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah dimanfaatkan oleh Soviet untuk memenangkan perang melawan Jerman yang berideologi nazi di saat itu.
Kendati demikian, krisis pangan yang melanda Ukraina juga menggoyang Uni Soviet yang dipimpin oleh Joseph Stalin. Kondisi ini mewarnai dinamika dan pergolakan yang terjadi di antara dua entitas bangsa tersebut di era 1930an. Tangan dingin Stalin pada akhirnya mampu meredam gejolak tersebut dan membuat Ukraina masih berada dalam kekuaaan negeri beruang merah tersebut.
Gejolak di Krimea menjadi kisah lain dalam sejarah perang antara Ukraina dan Rusia. Dikutip dari Kompas.com (30/10/2021), Krimea adalah sebuah semenanjung di kawasan Laut Hitam, yang pada tahun 1921-1945 merupakan daerah kekuasaan Uni Soviet. Setelah tahun 1945, Krimea menjadi bagian dari Ukraina. Rusia mengklaim memiliki Krimea karena berhasil merebutnya dari kekuasaan Turki Utsmani pada 1853 sampai dengan 1856. Faktanya pada saat itu Kesultanan Utsmaniyah dibantu oleh Kerajaan Prancis, Britania Raya, dan Kerajaan Sardinia.
Ingatan tentang Ukraina akan mengarah pada tragedi meledaknya reaktor nuklir Chernobyl yang terjadi pada 1986. Tragedi ini menjadi salah satu pemicu titik berakhirnya kejayaan Uni Soviet dengan mundurnya Mikhail Gorbachev, pemimpin negeri itu. Pada 1 Desember 1991, 24 hari sebelum pengunduran diri Gorbachev, Ukraina berdaulat menjadi negara sendiri dan 90 persen warga Ukraina menyetujui referendum kemerdekaan dari Uni Soviet.
Apakah stabilitas ekonomi, keamanan, dan politik Ukraina menjadi lebih baik setelah saat itu. Jawabannya tentu tidak mengingat gejolak politik yang tak pernah berhenti hingga saat ini. Saling kudeta kepemimpinan terjadi karena berebut pengaruh antara Rusia dan Blok Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat terjadi di negeri itu. Bumbu gejolak ini semakin panas ketika Blok Sekutu dengan organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau yang familiar disebut NATO memperluas wilayahnya di negara-negara pecahan Uni Soviet. Ukraina tentu adalah negara yang besar dan strategis dengan SDA dan SDM yang berlimpah tentu menjadi perebutan.
Satu hal yang pasti bahwa konflik Ukraina dan Rusia terjadi karena gejolak panjang yang terjadi di kawasan tersebut. Perang ini diperparah dengan perebutan pengaruh antara ideologi kapitalisme dan sosialisme dari dua negara adidaya besar yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Sampai kapan konflik ini berakhir? Hanya tuhan yang tahu.