Potret

Revisi Perda KTR Surabaya Resahkan Pedagang Kecil

Revisi peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) meresahkan buruh rokok, bakul dan pengelola warung kopi di Surabaya.[Foto: Kabar Jatim]

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur dianggap mengancam pelaku usaha kecil di wilayah tersebut.

Pasalnya, sejumlah ketentuan dalam revisi Perda KTR Kota Surabaya bertentangan dengan regulasi di atasnya, terutama Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Ketua Paguyuban Toko dan Warkop Surabaya, Sri Utari, mengaku menaruh kekhawatiran dengan rancangan perda tersebut.

“Apapun peraturan perundangan, hendaknya sejalan dengan peraturan lain, apalagi yang lebih tinggi, dan selalu melibatkan kami para pemangku kepentingan dalam penyusunannya,” kata Utari.

Menurut Utari, sedikitnya ada tiga poin dalam revisi Perda KTR Kota Surabaya yang berpotensi merugikan dan mengancam keberlanjutan usahanya.

Pertama, rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau berlaku mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.  Hal ini bertentangan PP 109 Pasal 50 ayat 2 yang menyatakan seluruh aktivitas tersebut tetap bisa dilakukan di tempat penjualan produk tembakau di wilayah KTR.

Kedua, Kawasan Tanpa Rokok “dapat” menyediakan tempat khusus merokok. Utari menjelaskan, keberadaan kata “dapat” menciptakan multitafsir di mata publik. “Kata ‘dapat’ memiliki dua makna, yaitu boleh menyediakan tempat rokok atau sebaliknya,” tegas dia.

Hal ini akan menyulitkan penegakan sanksi oleh aparat bagi mereka yang melanggar. Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57 Tahun 2011 yang menguji materi Pasal 115 Ayat 1 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan tegas memerintahkan penyediaan tempat khusus merokok di tempat kerja dan tempat umum. Artinya, keberadaan tempat khusus merokok adalah sebuah kewajiban.

Ketiga, tempat merokok harus terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas.

“Poin ini tidak efektif diterapkan bila tidak diimbangi dengan penyediaan tempat khusus merokok di seluruh tempat kerja dan tempat umum seperti, kantor, pasar, hotel, dan gedung di Surabaya,“ kata Utari.

Utari menegaskan pihaknya tidak anti Perda KTR dan mengaku mau mematuhi dan melaksanakannya sepanjang ditetapkan secara adil, berimbang dan komprehensif. Sayangnya, Raperda KTR Kota Surabaya menciptakan kegelisahan para pemangku kepentingan, termasuk para pedagang kecil yang mengandalkan rokok sebagai sumber pendapatan keluarga.***

Sumber: Warta Ekonomi

Redaksi

About Author

You may also like

Potret

Dinas Perkebunan Jambi Lirik Potensi Tembakau Rakyat

Potensi komoditi perkebunan tembakau (tobacco) di Provinsi Jambi, terutama di tiga daerah penghasil, seperti Kabupaten Merangin, Kota Sungai Penuh, dan
Potret Tradisi

Jejak Yap Kay Tjay, Pemburu Tembakau Asal Tiongkok

Ratusan tahun, penjelajah dari berbagai negara Eropa, Tiongkok, Jepang, Timur Tengah dan lain-lain berebut masuk di daratan nusantara. Mereka tertarik