Thinkway Logo
Kiprah Kusumo Priyono, Sang Raja Dongeng Indonesia (Sumber: Jawa Pos)

Kiprah Kusumo Priyono, Sang Raja Dongeng Indonesia

THINKWAY.ID – 28 November diperingati sebagai Hari Dongeng Nasional. Penetapan tersebut tak lepas dari sejarah dan sosok karakter Pak Raden. Namun, ada satu sosok yang jarang dibicarakaan, yakni Kusumo Priyono, Sang Raja Dongeng Indonesia.

Dasar penetapan Hari Dongeng Nasional adalah tanggal lahir Drs Suyadi, nama asli Pak Raden. Ia dianggap berkontribusi besar dalam dunia anak-anak Indonesia, serta pengembangan karakternya lewat dongeng. Pak Raden dikenal sebagai sosok yang komunikatif pada anak-anak, sekaligus lucu saat membawakan sebuah cerita.

Masa Kecil Kusumo Priyono

Kusumo Priyono muncul sebagai sosok penting dalam perkembangan dongeng Indonesia sekira tahun 1990-an. Saat itu, tak banyak tokoh muda Indonesia yang mengambil peran dalam dunia dongeng.

Lahir pada 1957, Kusumo Priyono menghabiskan masa kecilnya di Magelang. Ayahnya bernama Raden Elang Soemawinata bin Pangeran Natagiri, bergelar Pangeran Kusuma Natalaksana, cucu Sultan Cirebon. Ibunya bernama R. Soepiah. Kehidupan masa kecilnya penuh dengan keprihatinan, yang berperan besar membentuk karakter Kusumo kelak.

Minat Kusumo pada dongeng sudah terpupuk dari kecil. Kusumo kecil keranjingan mendengarkan dongeng, dan praktek mendongeng. Ia kuat membaca sejak Sekolah Dasar (SD), bahkan sepulang sekolah, tempat tersering yang ia sambangi adalah penyewaan buku. Genre buku apapun ia lahap, termasuk komik.

Ia sangat mengidolakan karakter fiksi Indonesia lawas, Panji Tengkorak dan Wiro Anak Hutan. Ia hapal betul cerita laga lawas, seperti Satria Bukit Menoreh dan Bende Mataram. Saat membantu orang tuanya angon kerbau atau bebek, ia selalu membawa buku untuk dibaca sambil mengisi waktu.

Anak kedua dari sembilan bersaudara ini, nekad menjual anak kerbau hanya untuk membeli tempat penyewaan buku, beserta isinya. Sejak itu, rumahnya jadi semacam basecamp untuk kawan-kawan kecilnya dalam mengakses bahan bacaan, sehingga selalu ramai. Tak heran, komunikasi dan sosialisasi Kusumo sudah terbentuk sejak kecil.

Ayah Kusumo merupakan seorang mantri pertanian, tapi piawai mendongeng. Kusumo belajar otodidak mendongeng dari sini. Praktek dongeng pertama Kusumo adalah teman-teman masa kecilnya. Karena sangat menghayati, teman-temannya hampir-hampir tak mampu membedakan dongeng yang dia bawakan, antara kenyataan atau sekadar imajinasi.

Keranjingan dongeng tak membuat nilai sekolah Kusumo jeblok. Mulai dari pelajaran sejarah, hafalan, dan bahasa terutama sesi mengarang bebas, ia hampir selalu meraih nilai tinggi. Kelemahannya dalam pelajaran cuma dalam pelajaran Matematika.

Menginjak Sekolah menengah Pertama (SMP), ia mulai mencoba menulis, puisi, cerpen, dan novel. Ini terus ia lakukan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), diselingi praktek mendongeng, dengan kawan-kawan sekolahnya sebagai “korban” karena terbius dengan kemampuan dongengnya.

Lulus SMA, ia pindah ke Jakarta mengikuti orang tuanya. Ia berkuliah di Studi Sastra dan Teater pada Pusat Pengembangan Kesenian Jakarta. Masa-masa kuliahnya dipenuhi dengan aktivitas mendongeng, yang ia barengi dengan mengasah keahlian seni peran.

Gelar Raja Dongeng Indonesia

Tahun 1985, ia mengikuti lomba mendongeng tingkat nasional, membawakan cerita Keong Emas. Ia menyabet juara pertama. Sejak saat itu, gelar Raja Dongeng melekat kuat pada Kusumo Priyono. Koran-koran nasional memberitakan kemenangannya, dengan tajuk utama “Juara Mendogeng Nusantara dari Lembah Lereng Sumbing”.

Salah satu tonggak perannya sebagai Raja Dongeng adalah Safari Dongeng Nusantara (1985-1989). Tak jarang, saat mendongeng di pelosok tanah air, ia kerap dibayar dengan hasil bumi misalnya beras, kelapa, dan pisang. Atau, hewan peliharan misalnya ayam jago.

Ia menulis sekira 60 buku cerita anak termasuk komik, dan buku-buku seni mendongeng. Buku-bukunya yang paling dikenal adalah Terampil Mendongeng, Mendongeng Itu Gampang, Si Alut, Raja Kera yang Budiman, Pria Bertato, Monster Greygo, Sepasang Naga Merah, Negeri Jamrud Katulistiwa, Dekatlah kepada Allah, dan Manisnya Sebuah Kerukunan.

Perjalanan mendongeng Kusumo membawanya sampai Istana Negara, bahkan hingga mancanegara. Lewat kiprah mendongeng, ia meraih penghargaan The Asean Youth Exellence Award kategori bidang sosial dan anak pada 2001 di Kamboja.

Kemampuan mendongengnya semakin matang saat berkesempatan menempuh kursus pada program Psychologies Character Course di Broadway, New York, Amerika Serikat.

Karakter GASA

Karena keresahan pribadi Kusumo pada minimnya karakter fiksi Indonesia, ia menciptakan karakter GASA, akronim Garuda Perkasa. Sebuah karakter fiksi laki-laki muda, dengan kemampuan menyerupai garuda, burung nasional Indonesia. Alasan utama penciptaan GASA adalah, garuda merupakan makhluk mitologi tunggangan para dewa dalam kisah pewayangan. Bahkan anak perempuan satu-satunya ia namai Gasawati Kusumaningrum, buah perkawinannya dengan Neneng Chairunnisa.

Karakter GASA pernah menghiasi layar kaca era 190-an, dalam program dongeng untuk anak-anak di TVRI dan dan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Beberapa serial dongeng yang ia buat adalah Dongeng Bintang, serial Detektif Kancil, serial Robot Anak Nusantara, Serial Anak Maritim, Anak Laut, Terampil Mendongeng, Cerita Sahabat Nabi, Pensil Ajaib, Kursi Wasiat, Polisi Sahabat Anak, dan lain-lain.

Tokoh yang akrab dipanggil Kak Kusumo ini juga punya keahlian sebagai Master of Ceremony (MC), terutama dalam acara-acara resmi negara yang terkait dengan anak-anak, misalnya Peringatan Hari Anak Nasional. Ia juga sempat tampil dalam film Kau Tercipta Untukku (1980) bersama Rano Karno, Hallo Sayang (1980) bersama Lydia Kandou, dan Medali Bukit Selatan (1981). Ia dikenal bersahabat baik dengan Kak Seto, tokok Anak Indonesia.

Karena keresahan pada kondisi politik, ia sempat mencalonkan diri sebagai bakal calon dari independen pada Pemilihan G

ubernur DKI 2002. Ia ingin mencoba apakah wakil rakyat dan para pejabat memegang janjinya, dan apakah pemilihan gubernur berjalan demokratis. Siapa pun seharusnya berhak mencalonkan diri. Bisa ditebak, pencalonanannya tak berbuah hasil.

Penghargaan-penghargaan yang berhasil ia raih adalah Juara Umum Lomba Pidato Tingkat Nasional (1983), Piagam Penghargaan Presiden sebagai Pemuda Pelopor Nasional Bidang Seni Budaya (1991), Penghargaan dari Festival Story Tell Asia Pacific Broadcasting di Malaysia, Duta Bangsa dalam Kerja Sama Pemuda Indonesia-Jepang di Jepang (1992), Study Children’s Enterprise dan Physiology Course adi Amerika Serikat (1992-1993), Duta Budaya di Johor Baru Malaysia (1996), Satya Lencana Palapa Karya Utama (1996), dan The ASEAN Youth Excellence Award Bidang Sosial dan Anak di Phnom Penh, Kamboja (2001).

Selain bergelar Raja Dongeng, ia juga dianggap sebagai tokoh anak Indonesia, akademisi, budayawan, dan seniman. Kusumo Priyono sempat bergabung di Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), Badan Perfilman Indonesia, salah satu mantan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan aktif di Majelis Pemuda Pelopor dan Sarjana Pembangunan Pedesaan.

Kusumo Priyono tutup usia pada pada 28 Juli 2022 karena sakit jantung. Jenazahnya dimakamkan di Tangerang.

Hingga kini, belum ada lagi tokoh pengganti Kusumo Priyono yang setidaknya mendekati kiprahnya. Bisa jadi, karena tak banyak kalangan muda yang menggeluti bidang ini.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.