Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendukung rencana pemerintah untuk mewajibkan importir atau perusahaan rokok membangun kemitraan dengan petani, guna mendapatkan izin impor tembakau.
Ketua Umum APTI, Suseno, mengatakan, petani meminta kemitraan menjadi prasyarat utama bagi importir tembakau untuk memperoleh Rekomendasi Impor Tembakau (RIT).
“Kabarnya saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) sedang menyusun aturan RIT. Petani pun sudah diajak berdiskusi untuk dimintai masukan terhadap aturan tersebut,” ungkap Suseno, pada acara Diskusi Industri Hasil Tembakau Sebuah Sebuah Paradoks di Graha Amti Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2019).
Menurutnya, dengan adanya kemitraan petani dengan pabrik rokok, maka ada jaminan harga, kualitas, teknlogi dan pasar tembakau dari perusahaan mitra.
Dia menambahkan, pabrik rokok bisa menjamin pasokan karena mengetahui kondisi lahan, kapasitas produksi dan serapan tembakau petani.
“Adanya kemitraan diharapkan harga tembakau di tingkat petani akan meningkat,” katanya.
Dia menjelaskan, impor tembakau akan dibatasi menyusul dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau.
“Impor tembakau harus melalui rekomendasi Menteri Pertanian. Konsekuensinya, Kementan juga harus membuat aturan teknis soal rekomendasi impor tembakau,” katanya.
Suseno menyatakan, ada tiga jenis tembakau yang biasa diimpor oleh Indonesia, yakni Virginia, Burley dan Oriental. Ketiga jenis tembakau ini sangat dibutuhkan oleh pabrik rokok.
“Produksi Burley dan Oriental dalam negeri sedikit sekali. Sementara itu, jenis Burley hanya ditanam di daerah Lumajang sekitar 900 hektare (ha),” ujarnya.***