Thinkway Logo
Keindahan Gunung Rinjani (Sumber Aldoarianto.87-Wikimedia)

Gunung Rinjani di Antara Sampah dan Wisata

THINKWAY.ID Rinjani. Gunung dengan ketinggian 3.726 mdpl yang terletak di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pesona Gunung Rinjani dengan keindahan bentang lanskap alamnya seolah tak mampu ditolak para penggemar kegiatan luar ruangan, wabil khusus pendaki gunung. Siapa yang tak kenal dengan Segara Anak, danau yang terletak di Gunung Rinjani, dengan ikan-ikannya yang seolah tak pernah habis untuk dipancing, pemandangan bentang alam yang dramatis, gunung Baru Jari yang perlahan menjulang naik, serta sumber air panasnya untuk berendam?

Bicara Gunung Rinjani, masih lekat dalam ingatan saya waktu 2006, saya dan kawan-kawan unit pecinta alam kampus menyambangi gunung ini. Keadaannya tentu sangat berbeda dengan sekarang. Rinjani masih relatif bersih dari sampah. Belum lama sebelum artikel ini ditulis, rombongan kawan saya, sebuah kolektif literasi dari Depok juga baru turun dari Rinjani. Mereka bercerita bahwa masih ada saja sampah yang terlihat, khususnya sampah puntung rokok.

Sebagai pegiat tembakau, saya menjadi tergelitik. Ini semacam isu lama yang seolah belum ada solusi konkretnya. Lepas dari fakta bahwa kini sudah ada filter rokok yang ramah lingkungan karena masuk dalam kategori food grade, puntung rokok juga termasuk sampah yang harus dikelola dengan bijak. Kawan-kawan saya yang baru turun dari Gunung Rinjani bercerita bahwa sampah puntung rokok masih lumayan banyak ditemukan terutama di Plawangan Sembalun dan Danau Segara Anakan. Dua tempat dengan konsentrasi manusia paling banyak di gunung tersebut. Jalur Torean masih relatif lebih bersih, karena walaupun jalur ini sekarang mulai populer, tapi pendaki masih belum banyak yang melewati jalur tersebut.

Mengelola sampah di gunung, seharusnya adalah tugas masing-masing pendaki. Ini tak perlu pendidikan moral yang njelimet, karena dari kecil kita sudah ditanamkan untuk minimal membuang sampah pada tempatnya. Walaupun, sepertinya penggunaan kata “membuang” perlu dikoreksi lagi. Kata tersebut punya konotasi negatif, karena seolah lepas dari tanggung jawab. Lebih spesifik pada para perokok, kalau hal ini tak kunjung diperbaiki maka citra perokok yang sering distigma sebagai salah satu biang perusak polusi udara, berbagai masalah kesehatan lain, dan urusan moral, bisa menjadi semakin buruk. Menjadi perokok santun adalah hal mutlak yang seharusnya tak perlu ditawar.

Kalau sedang pulang kampung ke Magelang, saya cukup sering mendatangi basecamp pendakian Sumbing via Dusun Butuh (Nepal van Java), untuk sekadar kulakan hawa dingin, ngopi dan ngebako. Ada hal menarik yang saya lihat dari pengelolaan basecamp disana. Setelah registrasi, para pendaki wajib melakukan list ulang logistik makanan (termasuk jumlah batang rokok) yang berpotensi meninggalkan limbah sampah. Sampah wajib dibawa turun, termasuk jumlah puntung rokok. Basecamp juga menyediakan asbak portabel yang bisa dibawa pendaki untuk menjamin bahwa sampah puntung rokok bisa dikelola dengan baik. Denda untuk satu puntung rokok yang tak bisa ditemukan bernilai hampir sebungkus rokok.

Ada baiknya para perokok membawa asbak sendiri-sendiri. Banyak wadah bekas yang bisa kita manfaatkan untuk asbak custom yang bisa dibawa kemana-mana ini. Saya pikir ini bisa jadi salah satu hal yang dilakukan oleh para perokok santun. Tak terkecuali pula para pendaki gunung. Para pendaki yang kebetulan juga perokok, pelan-pelan bisa memperbaiki citra buruk salah satu biang keladi kondisi kotor gunung. Ini belum soal etika saat merokok di gunung yang sepertinya juga menarik untuk dibahas.

Gunung Rinjani di Antara Sampah dan Wisata (Sumber Rohman Nisfi)
Gunung Rinjani di Antara Sampah dan Wisata (Sumber Rohman Nisfi)

 

Bicara gunung dan dunia pendakian, tak bisa lepas juga dari kebiasaan-kebiasaan unik dan tradisi menarik yang muncul. Selain terkenal ramah dengan tradisi sapa-menyapa saat berpapasan di gunung, hal yang banyak dirasakan para pendaki adalah kebersamaan yang kuat saat di area camping. Melingkar, duduk bersama sambil masak secara kolektif di luar ruangan, menyesap kopi dan menghisap tembakau adalah keikmatan yang tak terkira. Belum lagi saat ada kelompok lain yang mampir. Berbagi cerita multi-topic yang sebelumnya kita tak temui.

Uniknya, budaya membawa tembakau kini juga jamak dilakukan para pendaki gunung, setidaknya seperti yang saya lihat langsung. Pada tiga gunung terakhir yang saya daki yakni Gede-Pangrango, Lawu, dan Sumbing, saya menemukan para pendaki yang membawa tembakau. Ketika bertemu pendaki lain yang kebetulan adalah perokok, tiap orang mengeluarkan starter pack tembakau masing-masing. Bertukar tembakau adalah hal yang lumrah. Ada yang sengaja melinting dengan alat lalu dimasukkan dalam wadah khusus, ada yang gemar melinting dadakan, ada pula yang membawa rokok pabrikan sekaligus tembakau. Kata banyak perokok, tembakau pabrikan sangat enak disesap sehabis makan besar.

Pro Kontra Fasilitas Wisatawan

Kembali ke Gunung Rinjani. Akhir-akhir ini marak wacana akan dibangunnya kereta gantung yang konon diklaim untuk memfasilitasi wisatawan yang tak mampu naik gunung. Tentu ini menimbulkan pro dan kontra. Kilas balik ke tahun 2016, pihak pengelola sempat memasang tulisan besar ala-ala tempat wisata mainstream lain, berbunyi “SEGARA ANAK LAKE” yang sukses membikin gaduh warganet khususnya para penggiat alam yang aktif di media sosial. Pengelola mengklaim tulisan ini berfungsi sebagai landmark. Sempat muncul petisi online bertajuk “Selamatkan Gunung Rinjani Kami”. Akhirnya tulisan tersebut dicopot.

Dengan akan dibangunnya kereta gantung, pengelola seolah-olah tidak belajar dari pengalaman. Pengelolaan Taman Nasional, seharusnya tetap mendepankan konsep Ecotourism karena masuk dalam wilayah Geopark. Bukan hanya semata-mata mendorong massa banyak untuk berkunjung ke sebuah tempat wisata dengan cara instan. Pengelolaan Taman Nasional sub khusus pariwisata, harus dibedakan dengan pengelolaan tempat wisata umum. Perbandingannya adalah, Taman Nasional yang berbasis gunung kini menerapkan booking online dan syarat ketat, berikut prosedur yang harus dilakoni. Ada ciri pembeda khusus denga syarat masuk tempat wisata umum.

Dalam beberapa portal berita online, kini dengan gampang ditemui berita soal rencana pembangunan kereta gantung tersebut. Hampir semua menyebut rencana pembangunan kereta gantung di Gunung Rinjani hampir pasti akan dilakukan, setelah tertunda karena pandemi Covid-19. Tak tanggung-tanggung, investor dari Tiongkok siap mendanai senilai Rp800 miliar! Berita menyebutkan juga bahwa kini pembangunan masuk dalam tahap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Walaupun diklaim pembangunannya berada di luar wilayah Taman Nasional, saya pikir akan ada dampak ke Rinjani secara umum, walaupun skalanya belum bisa diperkirakan.

Ini belum lagi, dampak sosial yang berpotensi berakibat kepada warga lokal. Sebagai tambahan, panjang kereta gantung diklaim sepanjang 11 kilometer diukur dari bawah kaki gunung Rinjani, serta diproyeksikan masuk dalam wisata unggulan Lombok. Bisa diperkirakan kalau kereta gantung ini jadi dibangun, akan meningkatkan jumlah wisatawan yang bukan hanya dari kalangan penggiat alam, tapi juga wisatawan umum. Saya pikir pengelola perlu berkaca dari pengalaman yang sudah terjadi, seperti kontroversi tulisan landmark di Danau Segara Anak tahun 2016 lalu, yang akhirnya urung dilakukan. Jangan sampai, ini seolah-olah hanya proyek kepentingan politik ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.