THINKWAY.ID – Hari ini (19/1) film Balada si Roy (BSR) resmi tayang di bioskop. Bergenre drama aksi, film ini disadur dari novel yang populer di era 80-an karya Gol A Gong yang dikembangkan oleh Salman Aristo. Kisah BSR kali pertama muncul di Majalah HAI pada 1988.
Kental dengan nuansa Indonesia tahun 1980-an, BSR sudah tayang perdana tahun lalu (13/12/22) dalam ajang Jakarta Film Week 2022. Film ini disebut-sebut menjaring segmen penonton yang beragam dan multi generasi, karena bisa membangkitkan memori anak muda di era tersebut, sekaligus memberikan gambaran soal romansa era lawas pada generasi kiwari.
Berdurasi 1 jam 59 menit, film ini mengisahkan sosok bernama Roy (Abidzar Al Ghifary), anak muda yang kerap pergi bersama Joe, anjingnya. Joe setia jadi karib si Roy sejak berusia 7 tahun. Roy berangan-angan menjadi penulis.
Diceritakan, selepas Ayahnya meninggal, Roy dan Ibunya pindah dari Bandung ke Serang akibat keterbatasan pendapatan. Di sekolah barunya (SMA), Roy cukup diterima, dan berteman dekat dengan Andi (Jourdy Pranata) dan Toni (Omara Esteghlai). Roy jatuh hati dengan gadis sederhana, cantik dan ramah bernama Ani (Febby Rastanty).
Di sekolah tersebut terdapat geng siswa yang cukup disegani berjuluk Borsalino dengan ketua bernama Dullah (Bio One). Sosok ini memanfaatkan posisi Ayahnya sebagai pejabat yang berpengaruh di Serang, membuatnya menjadi sok berkuasa. tak hanya di lingkup sekolah tersebut. Dullah kerap menindas murid lain.
Roy tak tinggal diam, ia membuat geng sendiri bersama Andi dan Toni bernama RAT, akronim dari nama ketiganya. Dengan berani, RAT terang-terangan menentang segala bentuk penindasan tehadap siswa lain. Diceritakan, RAT dan Borsalino terlibat konflik.
Hal-hal Menarik dari Film Balada si Roy
Cast untuk film ini cukup menraik, karena menghadirkan Abidzar Al Ghifary sebagai pemeran Roy. Persona Abidzar sengaja dipilih oleh Fajar Nugros, sutradara film ini bukan tanpa alasan. Ayahnya, almarhum Ustad Uje (Jefri Al Buchori), dikenal sebagai sosok yang dulu bengal di masa mudanya, sebelum menempuh karier sebagai pendakwah.
Nuansa 1980-an berhasil dihidupkan kembali dalam film ini. Mulai dari pemilihan kostum untuk setiap karakternya, style, hingga makeup sangat mewakili kehidupan remaja di tahun 1987.
Cara anak muda berbicara di masa itu juga cukup diperhatikan. Maka tak heran, pemilihan kata demi kata bisa dibilang jadul jika dibanding zaman sekarang, karena menyesuaikan era di masa tesebut.
Tak hanya itu, properti yang digunakan juga menambahkan suasana 80-an. Ini mencakup bangunan-bangunan sebagai latar belakang setiap adegan, motor dan mobil yang dipakai oleh para karakternya.
Grading atau pemilihan tone warna film juga disesuaikan dengan pemilihan latar waktu era fil tersebut. Ada nuansa kuning dan redup, dalam adegan-adegan normal dan romansa, tapi tone warnanya dikatakan berubah dan menyesuaikan, misalnya dalam adega laga. Sehingga walaupun tak menggunakan CGI, BSR tetap layak ditonton di bioskop.
BSR menjadi makin menarik, karena kisah remaja di era novel aslinya ditulis, juga masih relevan dengan kehidupan Milenial dan Gen Z. Di dunia film, tedapat genre coming of age atau kisah masa remaja. Film ini bisa masuk dalam genre tersebut.
Keseriusan film ini juga ditunjukkan dengan soundtrack yang digarap dengan menggandeng musis-musisi yang mumpuni, seperti gitaris musik cadas Eet Sjahranie dan musisi balada Fiersa Besari. Keduanya adalah orang dibalik terciptanya lagu bertajuk “Balada si Roy” sebagai soundtrack utama film tersebut. Lagu ini punya pesan mendalam soal pentingnya rumah untuk pulang.
Film besutan rumah produksi IDN Pictures ini juga mendapat respon positif dari penonton saat ditayangkan Festival Film Internasional Bali Makãrya pada 18 Oktober 2022 dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival pada 29 November 2022.