“ini serius akun sport? kenapa bahas bts army? secara gak langsung ngejelekin army juga. bts cuma rilis lagu anjing, gue peduli sama lagunya dan prestasinya bisa rilis lagu untuk world cup, qatar mah bodo amat. kalo bukan bts pasti diem lo WKWK”
Kalimat di atas menjadi ramai dalam dua hari terakhir. Saya enggan menyebut nama akun Twitternya. Kalian bisa lihat sendiri di kolom komentar @registaco jika ingin menambah hiburan.
Sebagaimana rakyat Twitter yang ditakdirkan imajinatif, penggalan kalimat di atas dijadikan senjata ampuh orang-orang 24 jam terakhir untuk membalas argumen orang lain untuk banyak hal. Penting tidak penting, jika template kalimat di atas sudah tampak, selesai perkara.
“ini serius akun sport? kenapa bahas crypto? secara gak langsung ngejelekin Liga 1 juga. Kami cuma mau nonton bola anjing, gue peduli sama bolanya dan prestasinya bisa bikin TC pinggir pantai, sejarah mah bodo amat. kalo bukan juara karena Panpel FC pasti diem lo WKWK”
Itu salah satu template yang sudah bermunculan. Tentunya masih banyak lagi dengan urgensi yang berbeda.
Lalu, apa sebab anak bola vs ARMY? Semua ini berawal dari thread @registaco soal ditunjuknya grup KPOP, BTS, sebagai partner FIFA untuk ajang Piala Dunia 2022.
Penunjukan BTS jelas membuat penggilanya bangga. Karena Piala Dunia pesta sepak bola paling akbar sejagat, tidak tiap tahun ada, dan tidak semua penyanyi, band, vocal group, apalagi group KPOP, dipilih untuk membawakan lagu resmi Piala Dunia.
Pada Piala Dunia 2002 silam di Korea Selatan dan Jepang saja, bukan orang Korea Selatan yang mengisi Official World Cup Song. Maka tak heran jika terpilihnya BTS membuat fansnya bangga. Juga menegaskan kebesaran grup Korea Selatan di kancah internasional.
Tapi kemudian @registaco melihat permasalahan yang lebih besar dari penunjukan BTS. Muncul kekhawatiran bahwa ditunjuknya BTS hanya sebagai alat cuci tangan FIFA atas amburadulnya Qatar sebagai tuan rumah.
“Sudah banyak kontroversi yang mengiringi Qatar sebagai Piala Dunia 2022. Dimulai dari penyalahgunaan HAM terhadap pekerja untuk membangun infrastruktur. Human Rights Watch selaku organisasi HAM dunia mengecam tindakan yang dilakukan Qatar terhadap imigran yang dilakukan semena-mena,” tulis Regista di Twitter.
“Isu-isu yang melekat di Piala Dunia 2022 harusnya membuat BTS tidak serta merta menerima kolaborasi ini. pasalnya BTS merupakan grup yang selalu menyebarkan pesan-pesna positif dan anti-diskriminatif di setiap lirik lagunya,” lanjut Regista.
“BTS merupakan oficil ambassador Hyundai yang merupakan salah satu partner resmi Piala Dunia 2022. Proyek kolaborasi ini dinilai menjadi alat cuci penyelanggara untuk membersihkan nama Qatar dengan memberikan pesan positif melalui BTS sebagai partner resmi,” tutup thread Regista.
Maksud informasi tersebut jelas. Kekhawatirannya pun masuk akal mengingat isu HAM selama persiapan Qatar selaku tuan rumah sudah menjadi rahasia umum. Sudah banyak pekerja imigran yang diupah tidak layak, sampai ada yang mati sia-sia.
Anak Bola ARMY/Fans KPOP Sama-Sama Norak
Thread tersebut awalnya mendapat reaksi positif dari penggila sepak bola. Tapi kemudian menjadi ladang amarah pecinta BTS. Mereka tersinggung idolanya disangkutpautkan dengan masalah yang terjadi di Qatar.
Padahal, ya, memang bukan itu maksudnya. Tapi mau gimana lagi, haram untuk ARMY mundur dari apa yang sudah diucap. Mereka seperti dilahirkan untuk saling membantu, bahu membahu. Atau bahasa rezimnya bergotong royong.
Karena tanpa satu ARMY tidak akan ada ARMY lain yang muncul.Sebaliknya, jika ada satu saja yang muncul, bisa ratusan yang ikutan
Sikap ARMY ini sebenarnya sama saja dengan anak bola. Keduanya punya kenorakan yang sama. Membela idola mati-matian, tidak sungkan untuk terlihat bodoh, hingga rela jadi bulan-bulanan.
Fans bola juga sering berlebihan. Ada orang yang bahas klub lain, dia yang entah fans klub mana merasa tersinggung, Ada yang membahas Juventus dan AS Roma, tiba-tiba yang saling ribut tifosi Inter Milan dan AC Milan. Padahal satu kota, satu kontrakan pula.
Walau noraknya sama, kualitas fans bola dan penggila KPOP bisa dipastikan berbeda. Anak bola, sefanatik apa pun dia tidak ada yang sampai hati mengancam melaporkan polisi lawannya di sebuah forum terbuka.
Tidak ada pula fans bola yang jemawa mengaku anaknya rektor, pacarnya polisi, atau apa pun sejenisnya. Mereka hanya sebatas berkata kasar di media sosial. Paling banter pun mencari video bokep di akun lawan untuk menjatuhkan.
Menyinggung soal ARMY yang tidak menangkap maksud thread Regista, ada juga fans bola yang demikian. Kepala batu, buta akan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tentu, ada kualitas yang dpertunjukkan.
Tidak percaya? Kalian lihat saja beberapa akun fanbase Barcelona. Mereka tidak terima klub kesayangannya mendapat kritikan pedas karena menumpuk utang.
Mendatangkan banyak pemain baru dengan biaya selangit, tapi disaat bersamaan banyak pemain yang gajinya dipotong. Hebatnya lagi, mereka sampai punya ahli akuntan sendiri untuk menilai kinerja klub dari sisi finansial. Hasilnya? Positif tentu saja.
Dan yang tak kalah berkualitasnya, fans Barcelona ini dengan sepele menyebut Frenkie de Jong sebagai orang jahat karena tidak mau gajinya dipotong.
Semua orang tahu, bahkan saya yakin Mas Mimin Barca itu juga tahu bahwa gaji adalah hak setiap pekerja. Dia harus mendapatkan gaji yang sesuai dengan perjanjian awal. Jika dia menuntut haknya seperti yang sudah dijanjikan pihak klub, kok bisa disebut jahat sama fansnya?
Tentu saja ARMY atau fans KPOP lainnya tak punya kualitas dalam berlogika laiknya fans Barcelona itu. Yang jelas, tidak semua ARMY demikian. Fans Barca juga tidak seperti itu sepenuhnya. Bahasa akademisnya, mereka hanya oknum yang kebanyakan.
Ditulis oleh Wanda Syafi’i.