Thinkway Logo
Evaluasi Zonasi Larangan Penjualan Rokok dalam RPP Kesehatan Dampak pada UMKM Perlu Dikaji (Foto: UMKM Indonesia)

Ramai-Ramai Menolak RPP Kesehatan Pasal Pertembakauan Larangan Zonasi 200 Meter, Aturan Meresahkan dan Mengancam Usaha Kecil

THINKWAY.ID – Sejumlah protes dilayangkan oleh sejumlah organisasi, pengusaha ritel dan pedagang sembako dalam menolak pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan aturan turunan dari Undang – Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 terkait pasal – pasal pertembakauan utamanya larangan zonasi 200 meter untuk berjualan rokok. Larangan ini dinilai meresahkan karena mengancam keberlangsungan usaha kecil.

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indoensia (Hippindo) misalnya dengan tegas menyatakan penolakkannya terhadap RPP Kesehatan khususnya pasal – pasal pertembakauan mengancam kelangsungan usaha ritel. Menurut Hippindo produk tembakau produk tembakau merupakan salah satu komoditas utama yang dijual di ritel, dengan kontribusi pendapatan yang signifikan. Pada tahun 2023, penjualan produk tembakau di ritel modern diperkirakan mencapai Rp40 triliun.

Baca Juga: https://thinkway.id/serikat-pekerja-minta-presiden-joko-widodo-untuk-tidak-menandatangi-rpp-kesehatan/

Aturan ini, khususnya larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan dan tempat bermain anak, diprediksi dapat mengurangi pendapatan ritel lebih dari setengahnya.

“Aturan zonasi 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak akan menimbulkan bias dan ketidakpastian di lapangan,” kata Ketua Dewan Penasihat Hippindo, Tutum Rahanta dalam keterangan yang dikutip kontan, Rabu 3 Juli 2024.

“Jika penjualan tembakau terganggu, pasar gelap bisa berkembang dan sulit dikendalikan,” sambungnya.

Protes yang sama turut disampaikan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI). Para pedagang menilai pasal kontroversi terkait jarak penjualan rokok sejauh 200 meter dari RPP Kesehatan mustahil untuk dapat implementasikan dan cenderung mendiskriminasi para pedagang pada wilayah tertentu, mengingat banyaknya para pedagang kecil di Indonesia.

Menurut Sekretaris Jenderal APPSI, Mujiburrohman mengungkapkan kalau dari sisi pedagang, jelas aturan zonasi penjualan rokok di RPP Kesehatan itu sangat merugikan karena di Indonesia ini kan lembaga pendidikannya banyak yang berdekatan. Nah pedagang yang dekat dengan lembaga pendidikan pasti akan turun omzetnya,

“Jadi, para pedagang ini ya jelas keberatan karena produk rokok sendiri telah menjadi penjualan utama kami dan sekitar 50 persenan omzet pedagang di pinggiran jalan itu berasal dari rokok dan mirisnya kami belum dapat dan tidak tahu pasti isi RPP Kesehatan terkini seperti apa,” ungkapnya.

Terakhir, Mujiburrohman menghimbau agar pemerintah bersikap tegas dalam membuat kebijakan. Menurutnya, RPP Kesehatan tidak hanya menjadi preseden buruk sebuah regulasi yang akan merugikan masyarakat, tapi juga pemerintah sendiri. Di mana jika disahkan, aturan tersebut dipercaya akan menggerus pendapatan negara dari cukai hasil tembakau (CHT).

Tidak Pernah Diajak Bicara

Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura, Abdul Hamid turut angkat bicara terkait larangan zonasi 200 meter. Menurutnya selama ini pemerintah tidak peka terhadap keberlangsungan usaha kecil.

“Kami tidak pernah diajak bicara, bagaimana nanti penerapannya, seperti apa jalan keluar-nya. Ini bukti bahwa pemerintah tidak peka. Peraturan ini dibikin di menara gading. Pelarangan zonasi 200 meter ini sangat disayangkan,” kata dia dalam keterangannya yang dikutip Detik.com.

Baca Juga: https://thinkway.id/evaluasi-zonasi-larangan-penjualan-rokok-dalam-rpp-kesehatan-dampak-pada-umkm-perlu-dikaji/

Pria yang akrab disapa Cak Hamied ini justru bingung, bagaimana proses rancangan aturan zonasi penjualan rokok yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi pedagang, bisa dimasukkan dalam pasal-pasal pertembakauan yang tengah di-finalisasi sebagai peraturan pelaksana UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

“Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau  pedagangnya? Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?” ujarnya.

Menurut Cak Hamied, sebagai produk legal, maka pedagang berhak untuk menjual rokok. Ia juga menyebutkan bahwa para pedagang sudah sangat memahami bahwa rokok ini adalah produk yang ditujukan untuk orang dewasa.

“Tanpa zonasi pun kami, para pedagang sudah mem-filter siapa konsumen rokok ini. Rokok adalah produk yang menambah pendapatan di warung. Jadi, ketika ada pelarangan ini, dapat dipastikan pendapatan pedagang akan menurun drastis,” tegasnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.