THINKWAY.ID – Para pekerja industri tembakau mendesak pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai sigaret kretek tangan (SKT) pada tahun 2025. Kenaikan tarif cukai ini dianggap dapat mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) serta nasib jutaan pekerja yang bergantung pada sektor ini.
Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman (FSP RTMM-SPSI) Jawa Tengah, Edy Riyanto, menyatakan bahwa kondisi ekonomi saat ini masih terdampak oleh kenaikan cukai pada tahun 2022, yang diikuti oleh kebijakan serupa pada tahun 2023-2024.
Segmen SKT dikenal memiliki kapasitas penyerapan tenaga kerja yang besar, sehingga banyak pekerja bergantung pada industri ini. Oleh karena itu, Edy menekankan pentingnya dukungan pemerintah agar industri SKT dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.
“Dengan begitu, akan ada dampak positif pada pendapatan negara,” ujar Edy pada Selasa (12/5).
Edy menjelaskan bahwa pengurangan cukai SKT dapat memberikan ruang bagi industri untuk berkembang dan berinvestasi lebih lanjut. Ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan dengan matang dampak dari kebijakan tarif cukai SKT.
Pemerintah, lanjut Edy, harus membuat keputusan berdasarkan analisis menyeluruh terhadap semua dampak yang mungkin terjadi, baik untuk industri maupun pekerjanya. “Kalau bisa, jangan ada kenaikan cukai sama sekali,” tegasnya.
Segmen SKT selama ini merupakan industri padat karya yang diisi oleh pekerja pelinting dengan tingkat pendidikan rendah. Masyarakat dengan pendidikan dan keterampilan rendah rentan menjadi pengangguran jika terjadi gangguan dalam industri ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hingga Agustus 2023 terdapat 7,86 juta orang pengangguran. Jumlah ini belum termasuk 9,34 juta orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Edy juga menekankan bahwa kenaikan cukai yang tinggi pada 2025 dalam beberapa tahun terakhir tidak efektif dalam meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi jumlah rokok ilegal. Kementerian Keuangan juga merilis data bahwa penerimaan cukai tidak mencapai target dan jumlah rokok ilegal tidak berkurang.
Di sisi lain, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, mengatakan bahwa salah satu tugas Kemenperin adalah menjaga iklim usaha industri, termasuk IHT. Kemenperin berupaya menjaga ekosistem untuk keberlanjutan IHT melalui penyusunan berbagai kebijakan.
“Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah menetapkan tarif SKT yang lebih rendah dibandingkan rokok mesin karena segmen ini padat karya,” jelasnya. “Idealnya, tarif cukai SKT harus serendah mungkin,” tambahnya.