THINKWAY.ID – Asap rokok acapkali dituding sebagai biangkerok paling berbahaya bagi kesehatan. Padahal berdasarkan studi yang dilakukan Greenpeace dan IQAir menyebutkan bahwa khususnya di Jakarta asap yang dihasilkan dari kendaraan bermotor sangat berbahaya.
Jakarta dalam studi itu disebutkan memiliki polusi udara tertinggi di Asia Tenggara. Dalam studi ditemukan bahwa konsentrasi rata-rata tahunan 2.5 partikulat matter (PM), atau termasuk kategori sangat buruk. Konsentrasi PM2.5 terjadi di area Jakarta Selatan dengan kadar 42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat dengan kadar 37.5 µg/m3.
Dikutip dari vapemagz.co.id, konsentrasi itu mencapai tiga kali lipat dari batas aman tahunan standar WHO, serta melebihi batas aman tahunan standar nasional sesuai PP Nomor 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, sebesar 15 µg/m3. World Air Quality Report 2018 menyebutkan, sumber utama polusi udara di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor dengan pembakaran kurang baik. Selain kendaraan bermotor, sumber polusi udara lain dari membuat batu bata, makanan, industri, kegiatan manusia seperti membakar sampah, dan debu.
Laporan tersebut menilai Jakarta dan Hanoi sebagai dua kota paling polutan di Asia Tenggara. Jika tidak segera dibenahi, Jakarta bisa menyusul Beijing yang dianggap sebagai kota paling berpolusi di Asia. Laporan tersebut juga menyebut bahwa Bangladesh, Pakistan, India, dan Afghanistan memiliki 18 dari 20 kota paling tercemar.
Greenpeace memberi peringatan bahwa tujuh juta orang akan mati di seluruh dunia selama tahun depan karena polusi udara. Kerugian ekonomi akibat polusi udara juga diperkirakan sangat besar, mencapai USD 225 miliar dan triliunan biaya medis.
Sementara itu, studi yang dilakukan tim dari Universitas Medical Center Mainz di Jerman menemukan bahwa polusi udara menyebabkan lebih banyak kematian daripada merokok sebesar dua kali lipat. Dalam laporan yang diterbitkan European Heart Journal, pada tahun 2015 8,8 juta orang meninggal karena polusi udara pada 2015, melebihi proyeksi awal sebesar 4,5 juta kematian.
“Hasil ini memberi perspektif bahwa polusi udara menyebabkan lebih banyak kematian daripada merokok tembakau. Sementara Rokok dapat dihindari, polusi udara tidak dapat dihindari,” kata Profesor Thomas Muenzel dari Departemen Kardiologi Universitas Medical Center Mainz.
Profesor Thomas mengatakan jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskular yang dapat dikaitkan dengan polusi udara jauh lebih tinggi dari angka perkirakan. Di Eropa saja, jumlah kematian akibat polusi udara mencapai hampir 800.000 kasus per tahun.
“Jelas bahwa polusi udara dapat memicu penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan. Polusi udara dapat meningkatkan stres oksidatif sehingga merusak pembuluh darah, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tekanan darah, diabetes, stroke, serangan jantung dan gagal jantung,” ujarnya.
Para peneliti menggunakan model yang mensimulasikan proses kimia atmosfer dan bagaimana mereka berinteraksi dengan sumber-sumber alami dan buatan manusia seperti pembangkit energi, industri, lalu lintas dan pertanian. Hasil penelitian menemukan polusi udara menyebabkan dua kali lebih banyak kematian akibat penyakit kardiovaskular daripada penyakit pernapasan
Secara global, mereka menemukan polusi udara menyebabkan 120 kematian tambahan setiap tahun per 100.000 orang. Di negara-negara Uni Eropa dan Eropa, presentasenya bahkan lebih tinggi. Negara-negara Uni Eropa memiliki jumlah kasus 129 kematian tambahan per 100.000 orang dan di Eropa polusi udara menyebabkan 133 kematian tambahan per 100.000 orang.
Untuk itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat mendesak pemerintah negara-negara untuk bekerja mengurangi polusi udara.