THINKWAY.ID – Magelang, sebuah daerah di Provinsi Jawa Tengah, memiliki karakteristik geografis yang unik dengan lima gunung mengitarinya. Kondisi ini menciptakan kebudayaan khas dan menarik di Magelang, yang masih dipegang kuat oleh penduduknya meski zaman terus berkembang. Salah satu contoh kebudayaan yang masih dijaga adalah upacara ritual adat, seperti ritual Pernikahan Tembakau. Dalam upacara ini, tanaman tembakau dijodohkan secara seremonial layaknya manusia, dengan acara yang meriah. Tradisi ini diadakan secara rutin oleh masyarakat di Desa Genito, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang yang berada di lereng Gunung Sumbing. Tujuan dari upacara ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan harapan agar hasil panen selalu melimpah.
Sejarah Singkat Pernikahan Tembakau
Tradisi ritual Pernikahan Tembakau pertama kali diadakan pada tahun 2002, dengan “menikahkan” dua tanaman tembakau bernama Kyai Pulung Seto dan Nyai Srinthil. Nama ini diambil dari jenis tanaman tembakau yang dipertemukan, yaitu pulung seto dan srintil. Masyarakat setempat, yang mayoritas bekerja sebagai petani tembakau, menghadapi kemerosotan ekonomi akibat kegagalan panen.
Kondisi ekonomi yang semakin sulit ini mendorong seorang sesepuh bernama Riyoto, yang dulunya adalah mantan lurah dan kepala desa, untuk mengusulkan tradisi Pernikahan Tembakau sebagai bentuk ucapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan, serta sebagai upaya untuk memulihkan hubungan harmonis dengan alam dan mengembalikan kondisi ekonomi.
Prosesi dan Pelaksanaan
Tahap persiapan dimulai sebulan sebelum pelaksanaan tradisi. Pertemuan antara perangkat desa dan wakil warga diadakan untuk membentuk panitia Pernikahan Tembakau. Setelah terbentuk, tugas dibagikan dan sosialisasi dilakukan kepada warga melalui pertemuan rutin untuk mempersiapkan upacara ini. Sumber dana dikumpulkan dari setiap kepala keluarga untuk mendukung pembiayaan tradisi ini. Tujuh hari sebelum hari pelaksanaan, warga membersihkan mata air (sendang), makam, dan lingkungan sekitar tempat tinggal. Malam harinya, mereka mengadakan tahlilan atau doa bersama untuk leluhur. Tiga hari sebelum pelaksanaan, panitia dibantu warga membersihkan dan menyiapkan tempat untuk prosesi pernikahan tembakau. Tradisi Pernikahan Tembakau dilaksanakan setiap Selasa Pahing, satu tahun sekali, pada bulan Safar dalam Kalender Jawa.
Prosesi Tradisi dimulai dengan tahlilan, suatu kebiasaan di masyarakat Indonesia, terutama Jawa, untuk mengungkapkan rasa syukur dan harapan akan rejeki yang berlimpah serta perlindungan. Pada hari Selasa Pahing, upacara Pernikahan Tembakau dilakukan di Sendang Piwakan. Warga berkumpul di depan panggung utama, lalu menuju Sendang Piwakan. Sepasang “mempelai” tembakau kemudian dipindahkan ke panggung oleh sepasang manusia yang mengenakan pakaian adat Jawa, dan diserahkan kepada pemangku adat untuk disilangkan.
Acara ini mirip dengan pernikahan manusia, dengan rangkaian acara meriah seperti kuda lumping, tari adat, doa bersama, dan pembagian sesaji kepada warga. Setelah doa bersama, pemangku adat memulai prosesi dengan membawa kedua “mempelai” tembakau yang disilangkan ke arah kanan dan kiri sambil membakar dupa dan kemenyan. Pemangku adat juga memohon berkat dan kemakmuran bagi kehidupan pertanian tembakau dengan cara adat kejawen.
Prosesi berlanjut dengan arak-arakan gunungan berisi tanaman palawija yang diarak keliling desa. Setelah rangkaian tersebut, Pesta Kesenian Rakyat ditampilkan di panggung kedua. Kesenian tersebut berasal dari Jawa dan mencakup tari suringan, kuda lumping, kobro siswo mudo, warukan, topeng ireng, dan brondut sawangan.
Prosesi diakhiri dengan acara Wayang Kulit yang berlangsung selama 24 jam tanpa jeda. Wayang Kulit merupakan acara puncak yang dianggap penting dan diwajibkan untuk dilestarikan karena mengandung pesan moral dalam kisah-kisahnya.
Simbol Sesaji dan Nilai Kebudayaan
Sesaji memiliki peran penting dalam upacara kesuburan menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Keberadaannya dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap roh nenek moyang dan roh halus lainnya.
Tradisi Pernikahan Tembakau berkontribusi pada pemeliharaan sikap gotong royong di masyarakat desa dan membantu melestarikan kebudayaan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kesenian tradisional yang ditampilkan dalam upacara Pernikahan Tembakau.