Thinkway Logo
Tradisi Unik Menyambut Natal pada Berbagai Daerah di Indonesia (Sumber: Genpi.co)

Tradisi Unik Menyambut Natal pada Berbagai Daerah di Indonesia

THINKWAY.ID – Tak lama lagi, Umat Kristen di seluruh dunia merayakan Hari Raya Natal. Sama halnya dengan perayaan hari raya agama lain yang kental dengan perayaan-perayaan yang khas, tradisi unik menyambut Natal juga ada banyak lho, genks.

Perayaan Natal pada berbagai daerah di Indonesia menjadi menarik karena sarat dengan tradisi. Ini tak lepas dari beragamnya suku di negeri ini. Tradisi unik menyambut natal ini biasanya kental dengan unsur kearifan lokal, pesan moral, dan semangat kedaerahan. Tentu ini tak akan ditemukan pada Perayaan menyambut Natal di luar negeri.

Ambon: Membunyikan Lonceng dan Sirine

Saat Natal tiba, daerah ini akan membunyikan sirine kapal dan lonceng gereja secara bersamaan. Umat Kristen di Kota Manise ini akan melakukan doa bersama dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa daerah, dibarengi dengan berkumpul bersama dan menari dengan iringan musik alat musik tradisional Ambon, Tifa.

Manado: Kunci Taon

Kunci Taon merupakan tradisi yang mengadopsi apa yang dilakukan oleh Sinteklas. Para pemuda akan melakukan parade keliling kota menggunakan atribut Sinterklas. Mereka melanjutkannya dengan berkeliling ke rumah warga untuk membagikan hadiah kepada anak-anak.

Yogyakarta: Wayang Wahyu (Wayang Kulit)

Umat Kristen di Jawa bermacam-macam, salah satunya yang menginduk pada Gereja Kristen Jawa. Saat malam Natal, biasanya digelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon Wayang Wahyu, mengambil berbagai kisah dalam Alkitab, salah satunya kisah pengorbanan Yesus untuk umat manusia. Para pendeta yang berpakaian khas Jawa, yakni beskap dan blangkon, akan memimpin ibadah menggunakan bahasa Jawa Kromo Inggil, bahasa halus Jogja.

Larantuka: Van Vare

Saat Natal, warga Larantuka di Flores Timur melakukan tradisi Van Vare, yakni menyanyikan lagu Natal dengan iringan musik orkes dan paduan suara. Lagu-lagu yang dibawakan bertujuan mulia, untuk mengingatkan agar masyarakat selalu hidup pada jalan yang benar. Setelah itu, dilakukan pembagian hadiah untuk anak-anak oleh pemuda berkostum Sinteklas.

Jakarta: Rabo-Rabo

Tepatnya di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara terdapat tradisi Rabo-rabo, yang berarti ekor-mengekor. Warga Kampung ini sebagian besar adalah keturunan Portugis. Dalam tradisi tersebut, saat Natal tiba, setelah beribadah di gereja warga berkeliling kampung untuk mengunjungi rumah-rumah, sambil menyanyikan lagu keroncong. Salah seorang anggota keluarga rumah yang dikunjungi harus bergabung pada rombongan, layaknya seperti ekor yang memanjang. Rabo-rabo ditutup dengan pesta makan-makan di rumah terakhir yang di kunjungi.

Bali: Tradisi Penjor dan Ngejot

Saat Natal, masyarakat Kristen Bali mengadopsi hiasan Penjor berupa bambu tinggi melengkung dan jalinan janur kuning yang lazim diadakan saat Hari Raya Galungan umat Hindu Bali. Penjor akan terlihat di rumah-rumah warga pemeluk agama Kristen dan di area Gereja. Tak ketinggalan, saat warga Kristen Bali berdoa di Gereja, mereka juga mengenakan atribut tradisional setempat, dilanjutkan dengan Ngejot, yakni tradisi saling mengirim bingkisan makanan.

Sumatera Utara: Marbinda dan Marhobas

Tradisi Marbinda hampir mirip seperti Hari raya Idul Adha pada umat Islam. Masyarakat Kristen Sumatera Utara khususnya suku Batak akan mengurbankan sejumlah hewan kurban. Bedanya, tak hanya sapi, kerbau, atau kambing, babi juga jadi pilihan hewan untuk dikurbankan. Syaratnya adalah hewan berkaki empat. Pembelian hewan kurban ini dibeli dengan cara patungan warga. Setelah disembelih, daging hewan kurban dibagikan kepada warga. Sementara itu, Marhobas adalah tradisi memasak hasil sembelihan hewan kurban yang dilakukan oleh para pria. Marbinda dan Marhobas punya tujuan mempererat kebersamaan dan wujud syukur pada Tuhan dan alam.

Papua: Barapen (Bakar Batu)

Papua sangat tekenal dengan tradisi Barapen atau Bakar Batu. Tak hanya dilakukan saat upacara-upacara taradisional, warga Kristen Papua tradisional akan melakukan bakar Batu, berupa aktivitas masak bersama menggunakan batu-batu yang dipanaskan. Batu-batu diletakkan di sebuah lubang yang digali, dilapisi dengan daun pisang dan ilalang. Di atasnya, diletakkan daging babi, kemudian dilapisi lagi dengan daun pisang dan batu-batu panas, sayur dan umbi-umbian. Bakar batu dilakukan setelah misa Natal dan makan waktu hingga setengah hari.

Flores: Meriam Bambu

Tradisi Natal berupa meriam bambu di Flores, juga hampir mirip dengan tradisi menyambut bulan Ramadhan dan Idul Fitri di Jawa. Tradisi ini memanfaatkan bambu besar, umumnya berjenis bambu petung karena kuat dan berdiameter besar, yang dibentuk mirip meriam. Agar suaranya makin nyaring dan menggelegar, biasanya memanfaatkan karbit. Suara dentuman meriam bambu bersahutan sepanjang malam Natal di Flores, dibarengi dengan menyulut kembang agar suasana makin meriah.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.