Thinkway Logo
Tembakau Indonesia, Warisan Berharga dari Sunan Kudus dan Ki Ageng Makukuhan

Tembakau Indonesia, Warisan Berharga dari Sunan Kudus dan Ki Ageng Makukuhan

Indonesia, dengan kesuburannya yang melimpah, diberkahi oleh Tuhan Maha Kuasa dengan pertumbuhan beragam jenis tanaman di negeri ini. Salah satu tanaman yang mendapat perhatian khusus adalah tembakau, yang telah menjadi bagian dari kategori rempah-rempah sejak zaman dahulu. Berbagai jenis tembakau selalu menjadi pilihan yang menarik bagi para pencinta tanaman.

Tembakau telah menjadi komoditas menarik sejak zaman penjelajah Eropa pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara. Tanaman ini dikenal dengan nama ilmiah Nicotiana Tabacum dan diyakini berasal dari Amerika Selatan atau Amerika Utara. Nama “tembakau” sendiri berasal dari Bahasa Spanyol, yaitu “tabaco”. Pada awal abad ke-17, tembakau dibawa oleh kolonial barat dan mulai ditanam di Indonesia dengan tujuan menjadikannya sebagai komoditas ekonomi di masa itu.

Di Jawa, tembakau memiliki makna legendaris bagi penduduk lereng Gunung Sumbing-Sindoro. Masyarakat lereng ini memiliki tradisi “Among Tebal,” yaitu upacara yang dilakukan sebelum menanam tembakau pada hari pertama musim tanam. Tradisi ini dimulai dengan doa, diikuti dengan penyajian jajan pasar, jenang, serta berbagai macam bunga, dan diakhiri dengan membakar kemenyan di lahan pertanian.

Diceritakan bahwa tradisi ini didedikasikan kepada Ki Ageng Makukuhan, yang merupakan pelopor dalam penanaman tembakau. Ki Ageng Makukuhan bersama dengan Sunan Kudus pernah berjalan di lereng Gunung Sumbing-Sindoro. Saat berada di tengah perjalanan, Ki Ageng Makukuhan menemukan sebuah tanaman dan mengatakan “Iki tambaku!” yang artinya “Inilah obatku.” Pada saat itu, Ki Ageng Makukuhan menggunakan tanaman tersebut untuk menyembuhkan orang sakit, dan keajaiban terjadi dengan penyembuhan yang cepat. Ungkapan Ki Ageng Makukuhan ini dalam Bahasa Jawa berkembang menjadi istilah “Mbako.”

Di Madura juga terdapat kisah legendaris seputar tembakau. Tembakau di Madura memiliki kaitan dengan Pangeran Katanduran. Nama “Katanduran” berasal dari kata Bahasa Jawa “Tandur,” yang berarti menanam. Pangeran Katanduran, yang sebenarnya bernama Sayyid Ahmad Baidlowi, adalah cucu dari Sunan Kudus. Pangeran Katanduran datang ke pulau Madura dengan tujuan utama berdakwah.

Namun, seiring berjalannya waktu, Pangeran Katanduran mulai menanam tembakau yang bibitnya berasal dari daerah yang pernah dikuasai oleh kakeknya. Tanaman tembakau ini digunakan sebagai sarana dakwah yang diajarkan kepada masyarakat untuk mengembangkan pertanian.

Selain itu, menurut catatan dalam “Babad Tanah Jawa,” kebiasaan merokok telah menjadi populer di kalangan masyarakat Jawa setelah wafatnya Panembahan Senopati. Sejarawan De Graaf mencatat bahwa Raja Mataram, Sultan Agung, termasuk di antara perokok kelas atas. Dalam Serat Centhini (1814), ditemukan kata-kata “ngaudut” dan “ngeses,” yang menunjukkan adanya praktik mengonsumsi tembakau dengan cara dibakar. Semua bukti ini menegaskan bahwa tembakau telah dikenal oleh masyarakat Jawa pada masa itu.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.