THINKWAY.ID – Bukan tanpa alasan kolonial dengan kongsi dagang bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) memilih Jakarta sebagai kawasan jajahan mereka. Kota yang awalnya bernama Sunda Kelapa ini letaknya sangat strategis, berbatasan dengan laut dan dataran tinggi, lalu dilintasi oleh sungai bersejarah yang masih ada hingga saat ini.
Sungai bersejarah tersebut pula yang membuat bangsa-bangsa Belanda betah menghuni Kota Jakarta di jaman kolonial. Tengok saja Amsterdam sebagai ibukota Belanda, di sana banyak kanal-kanal dan sungai-sungai yang melintasi kota tersebut. Kedua kota ini juga sama-sama berada di bawah permukaan air laut.
Tercatat ada 13 sungai bersejarah yang membelah Jakarta yaitu sungai Ciliwung, sungai Angke, sungai Baru timur, sungai Baru barat, sungai Mookervart, sungai Krukut, sungai Pesanggrahan, sungai Grogol, sungai Cakung, sungai Cipinang, sungai Sunter, sungai Jati Kramat, dan sungai Buaran. Sungai Ciliwung dengan luas 6.295 hektar menjadi yang terbesar dan terpanjang di Jakarta.
Bicara tentang 13 sungai tersebut rasanya butuh waktu berhari-hari jika harus membicarakan tentang Ciliwung. Sungai bersejarah ini punya cerita panjang dan bahkan menjadi saksi tentang tumbuh dan berkembangnya Kota Jakarta. Kali ini pernah dijadikan sebagai jalur transportasi oleh masyarakat tempo dulu, cerita dan buktinya masih tersimpan rapi hingga saat ini di arsip para sejarawan.
Satu cerita unik yang mungkin juga orang lupa adalah air dari Ciliwung pernah menjadi menjadi bahan baku pembuatan minuman keras. Pada tahun 1950an sebuah Pabrik Bir bernama Budjana Yasa memanfaatkan air dari kali Ciliwung untuk bahan baku pembuatan alkohol bir dengan nama produk yang legendaris juga, Anker Beer. Apakah berbahaya? Tentu tidak karena air dari Sungai Ciliwung tetap butuh proses penyulingan terlebih dahulu menjadi air bersih yang siap untuk digunakan.
Bukan kali itu saja pabrik bir berdiri di samping Ciliwung. Di jaman kolonial, ada banyak pabrik alkohol yang berdiri di sana karena memanfaatkan akses yang mudah. Cerita ini didapatkan dari Yusna Sasanti Dadtun dalam tesisnya di Universitas Gadjah Mada berjudul “Air Api di Mulut Ciliwung: Sistem Produksi dan Perdagangan Minuman Keras di Batavia 1873-1898”. Sungai legendaris ini dipilih karena akses yang mudah dan menjadi jalur transportasi primadona di masa pendudukan Belanda.
Meski pabrik beer di tepi sungai ciliwung tak lagi ada di saat ini, namun kawasan ini masih jadi favorit untuk bersantai ria. Ada banyak spot-spot menarik yang dipergunakan untuk berwisata. Dari banyak spot tersebut bahkan dikelola oleh komunitas masyarakat setempat salah satunya adalah komunitas ciliwung depok. Di sana anda bisa bersantai ria bahkan bisa ikut menyusuri sungai bersama komunitas tersebut.
Sebenarnya masih banyak sungai atau kali lainnnya di Jakarta yang memiliki kisah cerita yang panjang dan menarik. Sungai-sungai bersejarah tersebut juga memiliki nasib yang serupa dan butuh untuk dikonservasi secara maksimal. Membangun Jakarta tentu juga harus melibatkan penanganan sungai yang tepat dan berkelanjutan dimulai dari kita yang harus mulai peduli terhadap aliran air yang ada di sekitar kita.