THINKWAY.ID – Pernah selfie atau sekadar memamerkan foto dan video diri sendiri di media sosial? Jangan khawatir Genks, itu manusiawi.
13 tahun lalu, muncul fenomena intenet bertajuk Keong Racun, sebuah judul lagu yang populer bukan karena dinyanyikan langsung oleh penyanyi aslinya, tapi oleh lyp-sync cover dua gadis centil bernama Sinta dan Jojo.
Pasangan sahabat yang dianggap sebagai sesepuh TikTok ini dipertemukan lagi pada Selasa (24/1) setelah berpisah sejak 2010. Sontak, mereka kembali jadi pembicaraan warganet.
Apa yang dilakukan Sinta dan Jojo mungkin bukan selfie dalam artian yang sebenarnya. Menurut referensi pustakawan Britania, selfie adalah sebuah pengambilan foto diri sendiri melalui smartphone atau webcam yang kemudian diungguh ke situs web atau media sosial.
Tapi tujuan yang dilakukan duo amatir tersebut hampir sama: Memamerkan diri di sosial media. Dalam bahasa Indonesia, selfie diserap menjadi kata “swafoto.”
Sebuah lukisan purba berusia 12 ribu tahun pernah ditemukan pada dinding tebing dan gua di Desa Tutuala, bagian timur Timor Leste. Terdapat objek perahu, motif wajah, dan lain-lain. Seolah-olah moyang kita ingin meninggalkan pesan untuk ribuan generasi setelah mereka. Maka mereka bisa dianggap sebagai pionir selfie.
Sebad silam, seorang pria Amerika Serikat bernama Robert Cornelius dianggap sebagai sosok yang kali pertama melakukan selfie lewat teknik fotografi awal yang diberi nama Daguerreotype. Menurut Huffington Post, Cornelius melakukan selfie pada 1893, saat ia mengambil foto diri sendiri lewat proses yang memakan waktu lama, sekira 3-15 menit dalam posisi diam agar kamera dapat menangkap gambarnya dengan baik.
Kalau kini di Instagram berseliweran foto seseorang di depan kaca, maka itu juga sudah dilakukan sejak 1914. Pelakunya adalah Grand Duchess Anastasia Nikolaevna.
2010, Apple membenamkan kamera kecil di bagian depan iPhone terbarunya. Penambahan detail kecil yang awalnya dianggap tak berguna ini nyatanya mendorong dunia memasuki era kejayaan selfie. Narsisisme jadi hal yang lumrah. Tongsis dan tripod jadi barang yang hampir wajib untuk dimiliki.
Selfie Itu Manusiawi
Menurut psikolog Abraham Maslow, setelah manusia memenuhi kebutuhan dasarnya, mereka akan terus mengembangkan dan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi, misalnya aktualisasi diri.
Selfie bisa jadi merupakan sebuah aktualisasi diri. Perilaku yang sebenarnya masuk dalam ranah rekreasi ini jadi semacam coping mechanism saat manusia dihadapkan pada masalah-masalah yang muncul seiring bertambahnya usia, seperti pekerjaan, perumahan yang terjangkau, kekerasan global dan perang, jaring pengaman sosial, lonjakan populasi dunia, makanan, kekurangan air, kemiskinan, serta perubahan iklim.
Coping mechanism adalah strategi yang orang gunakan ketika berada di situasi sulit untuk mengontrol emosinya.
Dengan demikian, selfie bisa jadi stress release, alias salah satu cara untuk melepaskan tekanan.
Selfie jadi salah satu ruang untuk merdeka, tentu saja kuasa penuh ada pada tiap orang yang melakukannya. Tak ada paksaan. Jepret, edit seperlunya, lalu bagikan. Ini bisa membuat diri seorang manusia terkoneksi dengan orang lain.
Tapi ingat, sebaiknya tetap menahan diri agar jangan sampai jadi selfities, berupa perilaku kecanduan foto selfie dan perasaan wajib mengunggah ke akun media sosial. Kondisi ini memang bukan termasuk gangguan mental, melainkan bentuk perilaku narsisme yang bisa berkembang menjadi penyakit mental jika tidak disikapi dengan baik.
Kalau mau, ikuti cara yang pernah dilakukan oleh Khoirul Anam, orang yang mengukuhkan dirinya sebagai Seniman Foto Nyeleneh dari Magelang. Ia pernah kedapatan melakukan selfie terkonyol dengan cara menaruh smartphone pada bambu panjang yang dibentangkan vertikal untuk memfoto dirinya sendiri.
Anam melakukan selfie yang tak biasa itu untuk suka-suka dan tidak ia lakukan setiap hari. Ia bahagia, orang lain juga ikut terhibur. Tampaknya konsep selfie yang sehat secara tak sadar sudah diterapkan oleh seniman ini.
Jadi, kapan terakhir kali kalian selfie, Genks?