THINKWAY.ID – Selepas kegagalan Persatuan sepak bola seluruh Indonesia (PSSI) gagal dalam merekrut kembali Luis Milla untuk menjadi Pelatih Timnas Indonesia, nama Shin Tae-yong kemudian muncul ke permukaan. Nada-nada skeptis muncul dari para pecinta sepak bola di Indonesia. Pertanyaannya tetap sama, bisakah pria asal Korea Selatan itu membawa Garuda berjaya di kancah internasional.
Karier Shin Tae-yong saat menjadi pemain dan pelatih memang tak sementereng Luis Milla. Namun, orang tetap akan mengingat STY sebagai sosok yang mampu memulangkan juara bertahan Piala Dunia 2014, Jerman di ajang Piala Dunia 2019 (Rusia). Bersama Timnas Korea Selatan, dirinya mengalahkan Tim Panser di babak fase grup.
Datang dengan portofolio tersebut, Shin Tae-yong mendapatkan hati PSSI dan publik pecinta sepak bola Indonesia. Alhasil, nada skeptis itu mampu direduksinya secara perlahan-lahan. Mulai dari suksesnya Tim Garuda menjadi finalis Piala AFF 2021 lalu dan juga meraih medali perunggu di ajang SEA Games 2021 kemarin di Vietnam.
Patut dimaklumi bahwa dahaga kesuksesan pecinta sepak bola di Indonesia masih belum terpenuhi dari dua ajang tersebut. Akan tetapi apa yang ditorehkannya kali ini mampu menancapkan dirinya sebagai pelatih timnas yang sukses. Shin Tae-yong dengan segala keterbatasannya bisa membawa Asnawi Mangkualam dkk mentas di ajang Piala Asia 2023. Sebuah kompetisi sepak bola terakbar di Asia yang nyaris dilupakan oleh publik tanah air.
Ingatan terakhir publik Indonesia akan Piala Asia adalah pada 2007 silam. Seusai itu, Timnas Indonesia tak pernah lagi mencicipi kompetisi tersebut. Itupun, pada 2007 Indonesia bermain di Piala Asia karena menjadi tuan rumah. Stadion Gelora Bung Karno yang masih bertribun bangku kayu menjadi saksinya. Hampir 16 tahun punggawa sepak bola kita tak bermain lagi di Piala Asia.
Torehan ini membuat kita mampu move on dari Luis Milla. Legenda sepak bola Spanyol itu memang memberikan progresi yang baik. Gaya permainan yang jauh lebih cantik yang dimainkan oleh timnas. Sedangkan Shin Tae-yong datang dengan pendekatan yang berbeda. Jauh lebih pragmatis, namun tetap mengusung kemenangan sebagai sebuah kata kunci.
Di rumput hijau seluas sekitar 100 meter, Timnas Indonesia memang tidak memainkan permainan cantik seperti yang diterapkan oleh Luis Milla, namun pendekatan kali ini yang diusung oleh Shin Tae-yong terbilang efektif menyesuaikan kondisi fisik, skill, habitat, dan pengetahuan yang dimiliki pemain. Meski, tetap ada hal-hal yang patut dikritik sebagai upaya pengembangan sebuah tim.
Shin Tae-yong tak segan-segan untuk meminta anak asuhnya bermain lebih bersabar, menunggu lawan di area sendiri, dan melakukan serangan balik cepat yang mengancam pertahanan lawan. Uniknya, cara ini tak melulu saklek dilakukan. Menghadapi lawan-lawan yang lebih lemah misalnya, STY memainkan pola pressing yang tinggi nan ketat dengan memanfaatkan kecepatan yang dimiliki oleh pemain-pemainnya. Kemampuan bermain dengan gaya yang berbeda adalah poin plus dari STY.
Sebagai seseorang profesional yang juga sudah jatuh hati pada Indonesia, Shin Tae-yong acapkali mengkritik kinerja buruk dari federasi sepak bola kita. Mulai dari fasilitas latihan yang kurang layak, klub-klub liga 1 dengan pola pelatihan yang buruk, hingga hal-hal detail dan teknis lainnya. Terakhir, STY harus geleng-geleng ketika federasi lupa dalam memesan lapangan untuk latihan.
Meskipun hal ini sangat lumrah untuk dilakukan oleh seorang pelatih namun nada keras yang dilontarkan Shin Tae-yong membuatnya acapkali masuk dalam kondisi yang tidak mengenakkan. Hingga hari ini saja, komitmen untuk memberi kontrak panjang pada pria berusia 51 tahun itu tak kunjung ada.
Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk kita percaya pada apa yang akan dilakukan oleh Shin Tae-yong. Kerja keras yang dia lakukan perlahan-lahan menemui hasilnya. Di depan, berbagai kompetisi antarnegara juga sudah menunggu. Jika STY harus diberhentikan maka butuh waktu yang panjang kembali untuk membangun kembali sebuah timnas yang baik.
Hanya kepada Shin Tae-yong lah kita berharap!