Ayam jantan berkokok bersautan dan kabut tipis masih menyelimuti pemukiman saat serombongan petani tembakau mulai berarak menuju Puncak Gunung Botorono di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Temanggung, belum lama ini.
Jumat Legi Robiulawal atau Maulud dalam penanggalan Jawa, merupakan hari bagi petani tembakau di desa tersebut menggelar sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
Sedekah bumi atau merti dusun, tahun ini kembali dihidupkan setelah vakum pada tahun lalu karena pandemi Covid-19 yang masih tinggi.
Tahun ini kendati masih pandemi, ritual digelar dengan memperhatikan protokol kesehatan. Selain itu, warga telah banyak mendapatkan vaksinasi serta angka kasus Covid-19 telah melandai. Meski begitu, warga yang sakit dan warga luar daerah tidak diperbolehkan untuk mengikuti ritual.
Warga membawa nasi tumpeng ingkung ayam jantan, aneka makanan tradisional dan jajan pasar. Dan tidak lupa kopi tubruk, minuman tradisional turun temurun.
Setiba di puncak Gunung Botorono mereka duduk di tempat yang disediakan, kemudian makanan diletakkan di tikar, di depan mereka duduk.
Setelah berdoa yang dipimpin pemuka agama setempat, mereka pun mulai makan bersama. Riuh rendah terdengar saling berbincang, dan berbagi makanan yang mereka bawa.
Kepala Desa Petarangan Jumarno mengatakan, menjadi keharusan bagi petani tembakau untuk sedekah bumi usai panen raya tembakau. Warga bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan.
“Kami tetap bersyukur, meski untuk panen tahun ini kurang begitu baik. Panen kurang begitu berpihak pada petani,” katanya.
Dikatakannya, petani bersyukur, karena telah diberi kesehatan dan kelancaran usaha, sehingga tetap hidup dan terbebas dari paparan Covid-19, serta bisa menggelar sedekah bumi.
Pada merti dusun ini, warga meminta keselamatan pada Tuhan, semoga seluruh warga Petarangan dan Temanggung pada umumnya agar meningkat kesejahteraanya.
“Kami berdoa mendapat ken bagaswarasan dan kelancaran usaha untuk tahun yang akan datang,” katanya.
Dikatakannya, ritual tersebut merupakan rangkaian perayaan Maulid Nabi, yang juga digelar pengajian dan pentas seni wayang kulit. Tahun ini, ritual sengaja dilakukan di Puncak Botorono sekaligus untuk promosi tempat wisata agar lebih dikenal masyarakat dan banyak yang datang.
“Jika warga banyak yang berwisata pendapatan warga akan meningkat,” ujarnya. (Sumber: Kominfo Jateng).