Gabungan produsen rokok Red Mild, Red Bold, dan RMX Bold, menilai daya beli masyarakat terhadap rokok beberapa tahun ini menurun. Belum stabilnya ekonomi menjadi salah satu penyebabnya.
Regional Sales Manager Area Kalimantan, PT Bintang Sayap Utama, Junaidi, mengatakan meski daya beli masyarakat terhadap rokok menurun, setidaknya industri rokok tahun ini bisa bernafas dengan tidak naiknya cukai. “Mudah-mudahan kita diberi nafas, istilahnya untuk berjuang lagi supaya volume penjualan rokok kembali lagi,” katanya.
Diungkapkan Junaidi, penjualan beberapa bulan terakhir ini untuk kawasan Kalimantan menurun sampai 80 persen untuk daerah luar kota, sedangkan untuk dalam kota sampai 60 persen, di mana untuk rokok merk Bold dijual berkisar pada Rp 16.000 hingga Rp 18.000 per bungkus. “Kemungkinan penjualan rokok akan kembali normal setelah Ramadhan ini,” ucapnya.
Menurutnya, kenaikan harga beberapa merek rokok ada pada kebijakan masing-masing pabrikan. “Itu tergantung produsennya. Karena yang jelas cukai tidak naik, tapi mungkin bahan baku naik, jadi soal harga adalah keputusan pabrik,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Junaidi, kenaikan harga rokok juga ada pada persaingan dan biaya produksi yang dikeluarkan, dan juga persaingan pasar.
Ia berharap industri rokok tahun ini dapat tumbuh. Meski dinilai beberapa peraturan mengenai pelarangan merokok kemungkinan juga menjadi salah satu faktor lesunya industri penyumbang devisa bagi negara.
Junaidi mencontohkan dengan semakin banyaknya kawasan khusus larangan merokok, secara tidak langsung juga berpengaruh pada konsumsi rokok. “Meski demikian, dengan tidak naiknya cukai rokok diharapkan mampu memacu naiknya industri rokok. Itu harapan kami,” katanya.***
Sumber: JejakRekam