THINKWAY.ID – Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) menganggap bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi aturan pelaksana UU Kesehatan berpotensi untuk membatasi secara signifikan iklan dan promosi produk tembakau di Indonesia.
Rencana kebijakan tersebut diperkirakan dapat membawa dampak yang merugikan, terutama bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri ekonomi kreatif dan media.
Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, menyatakan bahwa pihaknya, sebagai salah satu pihak yang terpengaruh oleh industri tembakau, merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan RPP UU Kesehatan yang sedang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Janoe mengungkapkan keprihatinan ini mengingat bahwa dampaknya akan sangat dirasakan oleh industri periklanan nasional. “P3I tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan RPP, padahal RPP ini mengandung sejumlah ketentuan yang melarang iklan produk tembakau,” ujar Janoe dalam pernyataannya pada Minggu (1/10).
Janoe menjelaskan bahwa produk tembakau yang sah seharusnya masih dapat dipasarkan, dijual, dan diiklankan. Namun, ia mengingatkan bahwa iklan produk tembakau harus mematuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku, bukan larangan total seperti yang tercantum dalam RPP. Selama ini, iklan produk tembakau telah mematuhi berbagai peraturan pemerintah.
P3I selama ini telah merujuk pada Etika Pariwara Indonesia (EPI) Amandemen 2020, yang telah mengatur secara rinci aturan terkait iklan produk tembakau. Oleh karena itu, pelarangan total seperti yang diusulkan dalam RPP dianggap tidak diperlukan.
Janoe menegaskan bahwa dengan beragamnya saluran, platform, dan media yang telah ada, mampu menargetkan audiens dengan lebih tepat, termasuk dalam hal menampilkan iklan kepada penonton dewasa pada waktu yang sesuai.
Janoe melanjutkan bahwa kebutuhan akan iklan dari industri tembakau tetap relevan bagi industri ekonomi kreatif, termasuk media. Industri hasil tembakau selalu menjadi salah satu pengiklan terbesar di Indonesia, dan dampak signifikan dari pembatasan ini akan berpengaruh pada industri periklanan di negara ini.
Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Herry Margono, yang juga merupakan Anggota Tim Perumus Etika Pariwara Indonesia, menggarisbawahi bahwa industri periklanan percaya bahwa larangan total terhadap iklan dan promosi produk tembakau adalah tindakan yang tidak tepat.
Herry menegaskan bahwa beriklan, baik di media konvensional maupun internet, dapat dikendalikan dengan pengawasan yang ketat. “Program etik bisa digunakan untuk mengontrolnya,” katanya.
Herry juga menjelaskan bahwa dalam mengatur peraturan, dua kriteria utama yang harus dipertimbangkan adalah kesetaraan dan efisiensi. Dalam hal ini, ia berpendapat bahwa pembatasan terlalu ketat terhadap produk tembakau akan merugikan industri yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam bentuk pajak dan beroperasi secara legal.