Thinkway Logo

Medowo, Kampung Cengkeh di Kediri

Mendung menggantung menyelimuti langit Desa Medowo Kecamatan Kandangan, saat kami memasuki area salah satu perkebunan andalan di Kabupaten Kediri.

Desa yang berada di lereng Gunung Anjasmara dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya petani dan peternak ini, sudah tidak asing lagi dengan tanaman Cengkeh.

Hal ini bisa dilihat di sepanjang jalan menuju lahan perkebunan percontohan milik Imam Supangat, tampak di kiri kanan jalan baik di pekarangan maupun kebun dan sawah warga, tampak pohon Cengkeh tampil menjadi penghias.

Lelaki yang sudah tidak muda lagi itu mengatakan, ia seorang diri menggarap lahan perkebunan seluas 0,5 hektare dan sudah 20 tahun ini ditanami Cengkeh sebagai tanaman utama. Di sela-sela tanaman Cengkeh, tampak tanaman Cabe Rawit sebagai Tumpang Sari selain ada juga Kacang Tanah, demikian dituturkan Imam Supangat.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa lahan perkebunan yang berada di lereng gunung ini, pada awalnya ditanami Palawija dan akhirnya diganti dengan Cengkeh. “Dikarenakan posisinya yang berada di dataran tinggi, sehingga seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan air,” katanya.

Selain tahan cuaca dan tidak bergantung pada air, cengkeh juga mudah dibudidayakan. Dari biji yang sudah tua, cukup disemaikan di polibag dengan daya tumbuh mencapai 80%.

Cara bertanamnya juga mudah, cukup dengan membuat lobang yang lebarnya 60 cm dengan kedalaman 30 cm. Komposisi media tanamnya berupa kompos 1 timba dicampur dengan diasenon sebagai pencegah hama gayas (embug).

Pada usia 8 tahun, Cengkeh sudah siap untuk berbunga. Selama kurun waktu 6 bulan dari proses munculnya bunga, Cengkeh sudah siap panen.

Tanaman yang berbunga tiap bulan Desember sampai Januari ini, mampu menghasilkan 7-8 kg Cengkeh basah per pohonnya untuk tiap tahun.

Si kecil yang memiliki aroma khas menyengat ini, memiliki dua jenis varian dan tergolong tanaman yang tahan hama, terutama pada daun dan pohonnya nyaris tak pernah ditemui adanya hama atau penyakit.

Buahnya yang berwarna merah muda merupakan jenis Sensibar, tandannya lebat dan tangkainya sangat pendek. Sedangkan jenis yang berwarna hijau tandannya agak jarang dengan tangkai yang agak panjang.

Baik yang berwarna hijau maupun yang berwarna merah muda, keduanya memilki nilai jual dan daya tahan yang sama.

Sebelum ditanami cengkeh, perkebunan ini pada awalnya hanya memberikan pendapatan Rp 1 juta sampai 1,5 juta pertahun, tapi sejak beralih ke tanaman Cengkeh, Imam Supangat mengalami peningkatan ekonomi yang sangat drastis.

Dengan harga Cengkeh basah 28.000 per kg, petani bisa mendapatkan hasil panen senilai 30 juta per tahunnya untuk lahan seluas 0,5 hektare. Sangat fantastis bila dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan, pemupukan dan pemberantasan hama yang per tahunnya hanya berkisar 5 juta.

Cengkeh yang pada awalnya hanya diolah sebagai bahan rokok, seiring perkembangan waktu, kini bisa dimanfaatkan sebagai bahan obat maupun bumbu masakan.

Daun dan rantingnya yang kering dan rontok ke tanah, bisa diolah dan tidak dibuang percuma. Melalui proses penyulingan, daun dan ranting kering diolah menjadi minyak Atsiri yang merupakan bahan baku obat pegel linu, balsam, minyak angin serta untuk minyak pijat.

Sebagaimana dituturkan oleh Sutini, perempuan paruh baya yang sudah menekuni usaha penyulingan selama 20 tahun ini, dalam sehari semalam ia bisa menghasilkan 3 ketel minyak Atsiri dibantu oleh 2 pekerja.

Sutini (kiri) pengrajin minyak atsiri.

“Untuk satu ton daun kering, bisa menghasilkan 5 kg minyak Atsiri, sedangkan untuk satu ton ranting kering, hasil yang diperoleh bisa lebih banyak lagi bahkan mampu mencapai 10 kg minyak Atsiri,” tutur Sutini

Permasalahan yang dialami oleh Sutini dalam mengelola usahanya ini adalah mesin yang terkadang rusak. Sehingga ia tidak dapat memproduksi minyak Atsiri sementara bahan baku terus menumpuk.

Sangat diharapakan peran dari berbagai pihak, terutama instansi terkait untuk menangani masalah ini. Karena dampak dari kerusakan mesin bukan hanya dirasakan oleh Sutini, tetapi para pekerja sekaligus petani Cengkeh yang merupakan pemasok bahan bakupun ikut terkena dampaknya. ***

Sumber: Pemkab Kediri

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.