THINKWAY.ID – Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi pada Sabtu, 3 September 2022 lalu. Pertalite, yang sebelumnya hanya Rp7.650 per liter naik menjadi Rp10.000 per liternya. Sementara, Solar menjadi Rp6.00 per liter dari yang sebelumnya Rp5.150 per liter.
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) diklaim telah “ngos-ngosan” membiayai subsidi BBM yang disebut malah dinikmati oleh banyak orang kaya. Proyeksi terbaru, subsidi BBM bakal tembus hingga Rp650 triliun pada tahun ini.
Kenaikan harga BBM menyadarkan kita untuk tidak terus menerus mengandalkan energi fosil, yakni minyak bumi. Apalagi, minyak bumi semakin menipis jumlahnya jika penggunaannya tidak dibatasi, di samping juga tentunya merusak lingkungan.
Ketergantungan terhadap energi fosil membuat negara akan selalu berada dalam pilihan sulit. Harga minyak bumi yang fluktuatif dan sensitif terhadap dinamika global, akan membuat kebijakan dalam negeri mesti selalu menyesuaikan. Belum lagi, alokasi subsidi yang jumlahnya besar akan terus menerus ditanggung oleh APBN.
Momentum kenaikan harga BBM mestinya bisa dimanfaatkan pemerintah dan masyarakat untuk beralih ke energi bersih dan terbarukan.
Potensi yang dimiliki Indonesia sangat besar di energi baru dan terbarukan (EBT). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, potensi EBT di Indonesia mencakup tenaga surya, diikuti oleh hidro, bioenergi, angin, panas bumi, dan lautan.
Adapun potensinya mencapai 417,8 Gigawatt (GW) bila dikonversi ke listrik, terdiri dari energi surya 207,8 GW, air 75 GW, angin 60,6 GW, bioenergi 32,6 GW, panas bumi 23,9 GW, dan samudera 17,9 GW.
Berbagai kebijakan untuk mendorong energi bersih dan terbarukan juga telah disusun. Pemerintah telah menyusun kebijakan dalam rangka mengurangi emisi karbon untuk mencapai net zero emisi pada 2060 nanti.
Dorong Pertumbuhan Pembangkit Energi Terbarukan
Berdasarkan peraturan pemerintah tentang kebijakan energi nasional, target baru new and renewable energy EBT pada 2025 minimal 23%, sedangkan pada 2050 sebesar 31%.
Di sisi pembangkit listrik, untuk mencapai target pada 2025, pemerintah telah mendorong pertumbuhan pembangkit EBT. Sejauh ini tercatat pertumbuhan kapasitas pembangkit EBT mengalami peningkatan rata-rata 5,2% per tahun.
Tidak hanya pemerintah saja, masyarakat juga semestinya bisa mulai melirik energi baru dan terbarukan. Sebab, energi baru dan terbarukan bisa diterapkan di setiap lini kehidupan masyarakat. Masyarakat bisa saja menggunakan motor listrik ataupun pembangkit listrik tenaga surya.
Meski demikian, masih terdapat PR (pekerjaan rumah) terkait pengembangan EBT. Teknologi yang canggih tentu membutuhkan biaya yang besar. Nah, di sini pemerintah mestinya bisa memikirkan untuk mengalihkan subsidi BBM ke subsidi EBT agar biaya yang diperlukan lebih terjangkau, sehingga dapat mendorong penggunaan EBT lebih masif lagi.