Petani yang bergabung dalam kemitraan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding non-mitra. Hal itu terungkap pada hasil kajian terkait dengan pola kemitraan petani tembakau di Jakarta, kepada pemerintah dan pemangku kepentingan sektor industri hasil tembakau, yang dilakukan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) yang bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ketua Umum APTI Soeseno mengatakan, selama ini manfaat dari kemitraan antara petani dengan pabrikan belum dinikmati secara merata oleh semua petani tembakau. Meskipun faktor penentu keberhasilan bentuk kemitraan yang cocok untuk setiap daerah berbeda-beda.
“Secara umum melalui penelitian yang dilakukan IPB, kami melihat kemitraan menjadi salah satu bentuk kerjasama yang menguntungkan petani dari segi produktifitas yang berkualitas dan tentunya pendapatan petani,” katanya.
Petani yang bergabung dalam kemitraan, sambung Soeseno, memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding non-mitra. “Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait sektor tembakau yang menjadi tumpuan kesejahteraan jutaan petani,” imbuhnya.
Dia juga mengatakan, selama ini terdapat banyak perbedaan interpretasi tentang kemitraan sektor tembakau antara kementerian dan Lembaga, juga para dinas di pemerintah daerah. Dia berharap hasil penelitian ini dapat mengurai benang kusut tentang perlu atau tidaknya program kemitraan bagi petani tembakau.
“Saya sebagai petani tembakau telah merasakan manfaat dari mengikuti program kemitraan. Dengan kehadiran hasil studi ini maka kami berharap ini menjadi bukti bahwa program kemitraan merupakan salah satu kunci peningkatan kesejahteraan petani,” ungkap Soeseno.
Dia menegaskan, salah satu solusi agar petani tembakau bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas tembakaunya, adalah melalui kemitraan. Bukan melalui pembatasan import tembakau karena itu tidak tepat.
“Pada kenyataannya saat ini produksi tembakau nasional hanya mampu memenuhi setengah dari kebutuhan industri setiap tahunnya, untuk itu menjadi peer bersama untuk meningkatkan jumlah kemitraan petani,” katanya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Nunung Nuryartono mengungkapkan, selain melakukan pengukuran faktor peningkatan kesejahteraan petani, tim peneliti IPB juga meneliti bentuk-bentuk kemitraan yang ada untuk menghasilkan rekomendasi kepada Pemerintah.
“Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam mengenai skema kemitraan serta menuai pelajaran dari keberhasilan tersebut untuk kami rumuskan sebagai rekomendasi skema kemitraan kepada pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif, APINDO Danang Girindrawardana menyambut baik inisiatif APTI dan IPB untuk melaksanakan studi. Keterlibatan dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan mulai dari hulu ke hilir, termasuk petani, pengusaha dan pemerintah, sangat diperlukan untuk memastikan keberlangsungan suatu industri agro.
“Sebagai pengusaha, kepastian hukum dan dukungan pemerintah juga masyarakat sangat diperlukan agar industri dapat terus bertumbuh serta mampu terus berkontribusi bagi pembangunan nasional,” katanya.***