THINKWAY.ID – Industri hasil tembakau (IHT) merupakan sebuah mata rantai yang di dalamnya terbentuk satu kesatuan dan saling terhubung dari sektor hulu (petani tembakau) hingga hilir (konsumen). Sebagai sebuah mata rantai, konsep dasar yang dianut adalah saling bermanfaat antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal membangun konsep dasar tersebut diperlukan kerjasama yang baik, terutama di sisi petani dan pabrikan.
Petani menanam tembakau sebagai komoditas mata pencaharian mereka yang kemudian dijual kepada pabrik rokok, sementara pabrikan membeli tembakau untuk keperluan bahan baku dalam mengolahnya menjadi produk hasil tembakau. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain sehingga perlu hubungan kerjasama yang baik antar kedua belah pihak, inilah yang dikenal sebagai kemitraan tembakau.
Dalam kemitraan terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Logikanya pabrikan butuh bahan baku tembakau yang berkualitas sesuai keinginan pasar dan petani butuh tembakaunya terserap dengan baik, dengan kemitraan ada kompromi yang dihasilkan dari dua belah pihak.
Salah satu keuntungan kemitraan bagi pabrikan adalah memperoleh bahan baku tembakau sesuai yang diharapkan serta kualitas dan kuantitas kebutuhan pabrikan terpenuhi tiap tahunnya. Dengan begitu pabrikan akan memberikan informasi terkait kuota pembelian tiap tahunnya, model dan jenis tembakau yang dibeli beserta informasi prakiraan harga.
Lebih dari itu, dengan kemitraan, petani akan diuntungkan lagi dengan beberapa hal, yaitu; informasi tentang prakiraan cuaca yang mendekati akurat, penyuluhan tentang bagaimana budidaya dan bertani yang baik agar produktifitas meningkat, dan keterserapan tembakau saat panen. Dari beberapa keuntungan baik bagi pabrikan dan petani, satu sama lain saling berhubungan.
Dengan keadaan cuaca yang tidak menentu, seperti kondisi sekarang, informasi prakiraan cuaca sangat penting. Sangat erat hubungannya dengan pola pembibitan, penanaman dan masa panen sesuai waktu yang baik. Begitupun penyuluhan, sangat penting untuk menentukan bibit yang baik sesuai keinginan pabrikan, aturan menanam yang baik agar produktifitasnya meningkat , dan mendapatkan harga yang baik pula.
Sederhananya, agar menghasilkan tembakau dengan produktifitas baik, terserap dan pasokan bahan baku terpenuhi, maka harus ada komunikasi intensif antara pabrikan dan petani. Tanpa komunikasi yang baik di antara keduanya dipastikan, pabrikan tidak akan terpenuhi pasokan bahan baku sesuai keinginan, produktifitas tembakau petani menurun berakibat tidak terserap dengan baik dan mendapatkan harga yang kurang baik pula.
Kajian Tim Universitas Gadjah Mada tahun 2016 mengenai pertanian dan tata niaga tembakau menghasilkan rekomendasi agar pemerintah mendorong adanya skema kemitraan antara petani tembakau dan pemasok/perusahaan rokok dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas tembakau, serta menjamin akses pasar bagi petani dalam hal stabilitas dan kepastian harga.
Melalui kemitraan pula, alih teknologi untuk menjunjang peningkatan produktivitas dan kualitas nantinya diharapkan menjadi lebih mudah. Dengan menerapkan teknologi dari industry yang bermitra atau dari sumber teknologi lainnya, maka produk tembakaunya lebih sesuai dengan yang diinginkan oleh industri mitra.
Salah satu faktor penting dalam kemitraan sering terabaikan, yaitu penataan pemasaran tembakau hasil kemitraan. Dalam kemitraan, industri mitra perlu memberikan kriteria mutu yang jelas serta menyediakan tempat khusus untuk menampung tembakau petani secara reguler. Selanjutnya kedua belah pihak harus selalu memegang komitmen. Bila mutu yang dihasilkan tidak sesuai, petani diberi alternatif untuk menjual tembakau hasil kemitraan kepada pihak lain.
Di dalam menjalankan konsep kemitraan yang baik, peran pemerintah sangat diperlukan sebagai pihak yang dapat mengatur dan mengawasi agar sistem kemitraan dapat berjalan dengan baik, tidak tumpang tindih sehingga adil bagi semua pihak. Jika peran pemerintah ini dijalankan, maka terwujudlah konsep dasar dari sebuah mata rantai yang saling bermanfaat bagi satu sama lain.