Memasuki musim kemarau tahun 2019, volume debit air sebagian sungai dan embung mulai mengalami penyusutan, bahkan sebagian diantaranya mulai kering, membuat banyak petani, khususnya petani tembakau Pulau Lombok selatan kekurangan air untuk menanam.
“Kalau wilayah selatan, setiap musim kemarau memang sudah biasa volume air embung atau sungai menguat dari biasa, karena kebanyakan airnya bersumber dari air hujan,” kata Mindri, petani tembakau, Kabupaten Lombok Tengah, Senin (27/5/2019).
Kalaupun ada sungai yang memiliki mata air, volume debit air tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat untuk menanam semangka termasuk tembakau.
Untuk menyiasati keterbatasan air tersebut, Mindri menanam tembakau dengan pola siram lubang tanah yang telah dicongkel menggunakan cangkul sebagai tempat bibit tembakau ditanam.
“Kalau mau siram secara keseluruhan sampai semua lahan sawah becek, tidak bisa, karena volume air sangat terbatas. Maka pola tanamnya pakai sistem siram lubang tanam yang telah dibuat menggunakan cangkul, dengan memanfaatkan air embung yang ada,” katanya.
Jamuhur, petani lain mengatakan tanam tembakau dengan pola tanam menyiram setiap lubang tanam yang dibuat memang sedikit lebih ribet, menguras waktu dan tenaga, apalagi suasana puasa seperti sekarang.
“Cukup menguras tenaga, karena harus menyiram setiap lubang tanam secara bergiliran sampai tanahnya benar-benar gembur dan becek, baru bisa ditanami,” katanya.
Tapi mau bagaimana, lanjutnya, kalau tidak dengan pola begitu, tidak bisa menanam tembakau, karena ketersediaan air di embung yang dimiliki sangat terbatas dan kalau tidak segera menanam juga, air embung bisa kering.
Lebih lanjut ia menambahkan, tembakau pada dasarnya termasuk jenis tanaman tidak membutuhkan banyak air.
Air lebih banyak dibutuhkan hanya saat masa tanam dimulai, setelahnya untuk kebutuhan pemupukan dan pengairan sampai tembakaunya besar dan siap panen, kebutuhannya sedikit.***
Sumber: Cendananews