Sejumlah aktivis dan pegiat pertembakauan, serta perwakilan perusahaan yang menampung tembakau pabrikan mendatangi kantor DPRD Jember, Kamis (10/10/2019) siang. Kedatangan mereka untuk menyuarakan aspirasi petani melalui rapat dengar pendapat perihal anjloknya harga tembakau.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Kasturi Jember, Abdurrahman mengatakan, saat ini harga tembakau anjlok, harga per kilogramnya hanya berkisar Rp 13.000 untuk jenis tembakau kasturi. Artinya harga penjualan itu tidak sesuai bahkan terbilang sangat jauh dari harapan petani.
“Sering menjadi masalah ketika petani tembakau kasturi di Jember itu 75 persen tidak mengeringkan tembakaunya sendiri, mereka menjualnya dalam bentuk tembakau setengah kering, memang daunnya kering tapi untuk gagangnya tetap hijau. Mereka tidak memproses untuk siap kirim ke pabrik, sehingga 25 persennya itu pengusaha yang memprosesnya sampai siap dikirim ke pabrik,” ungkapnya.
Hal berbeda dikatakan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember, Suwarno. Dia lebih menitikberatkan perhatiannya pada pembinaan petani tembakau dan memperbaikinya secara kualitas, sehingga petani mampu membangun pola kemitraan usaha yang baik dan sehat.
“Mendengarkan keluh-kesah, aspirasi masyarakat itu memang tugas anggota dewan. Terlebih dari pantauan kami di lapangan, tanaman tembakau tembakau jenis Na-Ogs ada sekitar 4000 hektar, 2500 Na-Ogs tanaman awal ada di daerah selatan. Lalu Na-Ogs tradisional itu berada di daerah utara dan ini sudah 50 persen yang menjalin kemitraan. Meski kami belum bisa mengcover semuanya bermitra, namun kami mengupayakan agar petani tembakau yang belum bermitra bisa dicover semuanya. Juga, kami perlu melakukan pendampingan agar petani mampu mencetak mutu yang dibutuhkan perusahaan,” terangnya.
Sementara Joko Prabowo, perwakilan UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang dan Lembaga Tembakau Jember mengatakan, tidak ada kewenangan pihaknya untuk pengawasan dan membahas harga tembakau di pasaran. Lembaga tembakau tempat dirinya bekerja hanya berwenang untuk sistem keamanan dan penjaminan mutu produk pertembakauan.
“Jadi kami tidak ada kewenangan berbicara tentang harga tembakau di pasaran, kami hanya memverifikasi mutu untuk kualitas ekspor dan mekanisme mutu tembakau juga ditetapkan eksportir, ada sarana dan prasarana juga. Kalaupun ada permasalahan-permasalahan, harus kami didiskusikan dengan pimpinan,” tegasnya.
Menanggapi berbagai aspirasi dan masukan tersebut, Anggota Komisi B Fraksi Pandekar DPRD Jember, Nyoman Aribowo mengatakan, konsep pola kemitraan dengan perusahaan itu memang ada kekurangan dan kelebihannya. Namun, paling tidak dengan adanya kontrak kemitraan mampu menjamin hak dan kewajiban petani. Sehingga, bisnis pertembakauannya berjalan lebih stabil.
“Kemitraan itu memang plus-minus, plusnya karena aman pasarnya, pasti harganya dan ada pembinaan, kan begitu. Tapi terkadang, petani kan ketika harga lebih tinggi di pasar, ini macam-macam perspektifnya, sepertinya enak kalau jual diluar, Itu juga problem. Tetapi kalau kuat modal dan tau kondisi pasar, ya mungkin lebih menguntungkan, kami katakan bermitra itu lebih aman dan berkelanjutan, lebih stabil dan tidak terlalu banyak keluhan berarti seperti mandiri,” pungkasnya.***
Sumber: NusantaraTerkini