Thinkway Logo

Gebyuran Bustaman Semarang, Tradisi Leluhur Simbol Penebus Dosa Menjelang Puasa

Kampung Bustaman Semarang memiliki tradisi untuk menyambut Ramadan, yakni gebyuran. Bukan sembarang tradisi, gebyuran punya dasar filosofis yang kuat.

Sesepuh Kampung Bustaman, Haris Bustaman menuturkan, jika tradisi Gebyuran Bustaman ini adalah untuk menghilangkan segala sifat buruk dan segala syak wasangka sebelum memasuki bulan puasa. Tradisi ini untuk meneruskan kebiasaan Kyai Bustaman.

“Dulu Kyai Bustaman sering memandikan keturunanya di sumur itu. Baru pada tahun 2013 kami membuatnya sebagai sebuah tradisi,” jelas Haris, belum lama ini.

Dalam tradisi di tahun-tahun sebelumnya, warga Kampung Bustaman akan mengadakan arak-arakan kecil di sepanjang gang. Dalam arak-arakan itu, ada warga yang menari memakai topeng berwujud raksasa sebagai simbol sisi buruk sifat manusia.

Ada juga yang membawa replika patung kambing sebagai simbol Kampung Bustaman sebagai pusat penjagalan kambing di Semarang. Setelah arak-arak, prosesi gebyuran dimulai.

Mayoritas yang menjadi peserta gebyuran adalah anak-anak. Biasanya mereka sudah mengenggam plastik berisi air yang berwarna, sehingga saat dilempar gebyuran ini penuh dengan warna.

Tahun lalu, saat awal pandemi, tradisi gebyuran ditiadakan. Namun di tahun ini, tradisi itu kembali dilaksanakan dengan sedikit modifikasi.

Tidak ada lagi arak-arakan dengan lempar-lemaparan air penuh warna. Namun diganti dengan gubyuran simbolik yang dilakukan beberapa orang, diantaranya Kepala Dinas Pariwisata Kota Semarang Indriyasari dan Sri Hartati yang masih punya hubungan darah dengan Kyai Bustaman.

Tetap ada kegiatan gebyuran yang biasa dilakukan anak-anak, namun digelar sederhana saja

“Ya karena situasinya sedang pandemi jadi hal seperti itu ditiadakan,” ujar Haris yang kini berusia sudah 76 tahun.

Haris berharap, tradisi seperti ini bisa terus dilestarikan. Terlebih, dia juga ingin Pemerintah Kota Semarang menjadikan Bustaman sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Semarang.

“Tradisi dan budaya kami kan kuat. Apalagi lokasi kampung kami juga dekat dengan Kota Lama. Mungkin bisa saling dikaitkan,” jelasnya.*

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.