THINKWAY.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur, melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Wacana ini menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari para pelaku usaha yang berharap dilibatkan dalam proses perumusannya. Harapan ini disampaikan oleh Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (Hiperhu) Kota Surabaya.
“Seharusnya kami diajak bicara juga. Saya belum tahu jika ada rancangan aturan baru terkait KTR. Padahal, kita sama-sama tahu bahwa tempat hiburan tidak bisa dipisahkan dari konsumen rokok. Selama ini, kami pelaku usaha sudah berinisiatif untuk menyediakan tempat khusus merokok dan ruangan bagi orang yang tidak merokok,” kata George Handiwiyanto, Ketua Hiperhu Kota Surabaya.
George menegaskan bahwa sebagai mitra pemerintah, Hiperhu mendukung penuh langkah pemerintah untuk mengatur KTR. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya menyediakan ruang dan kesempatan bagi para pelaku usaha untuk memberi masukan terkait Raperda Kawasan Tanpa Rokok ini sesuai dengan kondisi di lapangan. “Harapannya kami bisa memberikan poin-poin masukan sehingga nanti jika diimplementasikan, peraturan ini bisa terlaksana dengan baik. Bagaimana kami bisa menyelaraskan kenyamanan pengunjung, operasional tetap berjalan, dan peraturan juga bisa ditegakkan,” lanjutnya.
George juga menekankan bahwa jika ada peraturan terbaru, pasti ada konsekuensi yang berdampak pada operasional usaha. Misalnya, penyediaan sarana atau fasilitas yang aman, nyaman, dan layak terkait pelaksanaan KTR. “Hukum itu harus setara dan diimplementasikan merata. Peraturan apapun, yang penting dalam praktiknya, pengawasannya konsisten dan tegas. Oleh karena itu, semua pihak perlu dilibatkan dan stakeholder yang terdampak perlu diakomodir,” tambahnya.
Mengacu pada Perda KTR Kota Surabaya yang telah disahkan sejak 2019, Dwi Cahyono, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, menyatakan bahwa ia dan anggotanya berkomitmen menaati peraturan yang berlaku. Sebagai bukti ketaatan, khususnya bagi restoran dan hotel bintang tiga hingga lima, Dwi menyebut anggota PHRI Jawa Timur sudah menyediakan ruangan khusus bagi perokok yang terpisah dari area non-perokok. “Pelaku usaha hotel dan restoran di Surabaya sudah sangat menaati aturan KTR yang ada. Baik konsumen maupun karyawan sudah tahu masing-masing hak dan kewajibannya,” ujarnya.
Terkait Raperda KTR Jatim ini, PHRI mendukung pemerintah. Meski demikian, Dwi mengakui bahwa tantangan terbesar adalah pengawasan. “Penegakan aturan harus tegas, pengawasan jangan lemah. Jangan sampai ada oknum-oknum yang muncul,” sebut Dwi. Ia juga mengingatkan bahwa kinerja hotel, restoran, dan tempat hiburan terhadap target penerimaan pajak tahun ini cukup berat. Hal ini disebabkan tingkat okupansi hotel, restoran, dan tempat hiburan menurun meski ada momen libur panjang. “Realisasinya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Anomali ini juga dirasakan beberapa daerah lain. Semoga ini bisa menjadi perhatian bersama,” tutupnya.