THINKWAY.ID – Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mengadakan diskusi mengenai rencana pengesahan Peraturan Pemerintah yang melibatkan ekosistem pertembakauan merupakan turunan dari UU 17 tahun 2023. Acara ini berlangsung di Hotel Cakra Kusuma, Yogyakarta, pada Minggu (9/6/2024).
Ketua Umum PP FSP RTMM SPSI, Sudarto AS, menyatakan keprihatinannya terhadap perkembangan regulasi pemerintah yang mempengaruhi ekosistem pertembakauan. Menurutnya, kebijakan pemerintah tidak memberikan keuntungan bagi ekosistem pertembakauan, tetapi justru menaikkan cukai.
“Kita saat ini seperti didorong namun ditahan buntutnya. Akibatnya, kita menderita akibat berbagai kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan ekosistem pertembakauan,” ujarnya.
Sudarto juga menyoroti bahwa tujuan awal kebijakan pemerintah terkait pertembakauan adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok dan tembakau. Namun, implementasi peraturan pemerintah tersebut justru merugikan ekosistem pertembakauan di Indonesia.
“Minggu depan kami akan mengirim surat. Jika perlu, kami akan memaksa untuk audiensi. Saya malu jika tidak bisa melindungi anggota. Jika audiensi tidak berhasil, saya minta semua ikut ke Jakarta untuk menyuarakan hal ini,” tambahnya.
Data yang terungkap menunjukkan bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) pada tahun 2022 mencapai Rp 171,33 triliun dan naik menjadi Rp 213,48 triliun pada tahun 2023. Namun, ada wacana untuk menetapkan kenaikan cukai tembakau sebesar 10 persen setiap tahun.
“Anehnya, kontribusi besar ini tidak tercermin dalam kebijakan pemerintah yang dapat memelihara ekosistem pertembakauan dengan baik,” kata Sudarto.
Ketua Umum DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, menambahkan bahwa ada rencana atau skenario untuk mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia yang sudah berlangsung cukup lama.
“Impor tembakau mencapai 135 ribu ton, lebih dari 50 persen kebutuhan. Sebenarnya, impor dilakukan bukan karena suplai dalam negeri kurang,” ujarnya.
Agus juga menyatakan bahwa sebagian petani tembakau mulai beralih menanam komoditas lain. Hal ini dimanfaatkan oleh kelompok anti-tembakau sebagai bahan kampanye untuk semakin menekan ekosistem pertembakauan. “Sudah lama kami menggelar aksi menyuarakan hal ini, namun suara kami tidak pernah didengar,” tambahnya.
Agus dan Sudarto bersepakat untuk melawan kebijakan pemerintah yang merugikan pertembakauan.