THINKWAY.ID – Dampak Negatif Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan menyulitkan tidak hanya petani tembakau akibat kenaikan pajak rokok tiap tahun, namun juga mengakibatkan penurunan harga tembakau. Pengusaha rokok elektrik (vape) juga terdampak oleh kebijakan ini.
Garindra Kartasasmita, Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), berharap agar pemimpin terpilih pada Pemilu 2024 dapat membuat regulasi yang didasarkan pada penelitian yang cermat.
Garindra menginginkan agar peraturan terkait rokok elektrik dibuat berdasarkan evaluasi risiko, mengingat rokok elektrik adalah produk dengan risiko rendah dan telah menjadi pilihan pengganti bagi perokok di beberapa negara.
“Kami berharap agar Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan calon kuat pemimpin berdasarkan hasil hitung cepat, mendukung konsep pengurangan risiko (harm reduction) tidak hanya dari segi transportasi (elektrik),” kata Garindra pada Jumat (16/2/2024).
Menurut Garindra, industri rokok elektrik sedang berkembang pesat secara global. Namun, pemerintah Indonesia melalui RPP Kesehatan memberlakukan larangan terhadap produk tembakau, termasuk rokok elektrik.
Garindra mengkritisi dampak negatif RPP Kesehatan karena beberapa poinnya kontroversial terkait produk rokok elektrik, yang tumpang tindih dengan aturan di kementerian lain.
“Menurut kami, seperti aturan kemasan rokok elektrik yang sudah diatur dengan baik melalui Peraturan Menteri Keuangan yang sudah ada,” ujar Garindra.
Selain melarang banyak produk tembakau, pemerintah Indonesia juga secara teratur menaikkan cukai rokok secara signifikan. Namun, kebijakan restriktif semacam itu tidak selalu menghasilkan penurunan jumlah perokok. Anthony Budiawan, Ekonom dari Politicial Economy and Policy Studies (PEPS), menilai bahwa kenaikan cukai rokok yang konsisten adalah kebijakan yang restriktif, tetapi tidak menurunkan jumlah perokok.
“Meskipun pemerintahan Joko Widodo telah menaikkan cukai rokok setiap tahun sejak 2015, jumlah perokok tidak menurun,” kata Anthony.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan bahwa penerimaan negara dapat turun 0,53 persen jika pasal-pasal kontroversial terkait tembakau dalam RPP Kesehatan disahkan. “Ada indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun,” jelas Tauhid.
Tauhid berpendapat bahwa dalam merumuskan aturan terkait industri tembakau, terutama dalam konteks ekosistem tembakau Indonesia yang luas, banyak faktor perlu dipertimbangkan. Ia menyarankan agar pasal-pasal tentang tembakau diatur dalam peraturan tersendiri.
Kementerian Kesehatan berencana untuk mengesahkan RPP Kesehatan setelah Pemilihan Umum 2024. Jika disahkan, aturan ini akan berdampak signifikan pada beberapa industri, termasuk industri tembakau yang telah mengalami kenaikan cukai setiap tahunnya.