THINKWAY.ID – Beberapa ahli ekonomi mengungkapkan bahwa dampak aturan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan berpotensi memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Potensi kerugian ini muncul jika aturan restriktif terhadap industri tembakau tidak mengalami revisi oleh Kementerian Kesehatan.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, dampak aturan produk tembakau tersebut dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,53%, dengan indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun. Kajiannya juga mengukur dampak kesehatan dan ekonomi, menunjukkan ketidakseimbangan karena kerugian ekonomi yang lebih besar akan dialami oleh negara.
Berdasarkan perhitungan INDEF tahun 2022, pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok mencapai Rp34,1 triliun. Sementara itu, kerugian ekonomi yang akan ditanggung oleh negara akibat pasal-pasal tembakau dari RPP Kesehatan diperkirakan mencapai Rp103,08 triliun.
Kajian juga menyoroti aspek ketenagakerjaan, dengan perkiraan penurunan tenaga kerja hingga 10,08% di sektor industri tembakau dan penurunan serapan tenaga kerja di perkebunan tembakau hingga 17,16%. Tauhid menekankan pentingnya melibatkan industri hasil tembakau dalam pembuatan kebijakan, mengingat kontribusinya yang besar terhadap perekonomian, termasuk sektor kesehatan.
Lebih lanjut, Tauhid menyampaikan bahwa biaya kesehatan yang ditanggung masih lebih kecil dibandingkan dengan dampak aturan produk tembakau dari sisi ekonomi yang akan timbul dari penerapan pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan. Oleh karena itu, INDEF menyarankan agar pasal-pasal tembakau dihapuskan dari RPP Kesehatan, dengan mempertimbangkan kontribusi industri tembakau terhadap penerimaan negara dan program-program kesehatan yang bergantung padanya.
