USAHA para petani tembakau di sentra tembakau di Kec. Tanjungsari dan Sukasari, Kab. Sumedang tetap terpuruk. Padahal harga rokok melambung tinggi sejalan dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen.
“Walaupun harga rokok naik, tetap saja para tengkulak membeli tembakau dengan harga murah. Jadi, petani mah tetap saja ripuh (repot),” ujar salah seorang petani tembakau, Dayat (44) warga Kp. Karangsari, Desa Genteng, Kec. Sukasari ketika ditemui di rumahnya, Jumat(3/1/2020).
Ia membenarkan, dengan kenaikan harga rokok yang melangit, dapat meningkatkan omzet penjualan tembakau. Sebab, bisa jadi konsumen rokok akan beralih pada tembakau linting yang harganya lebih murah. Bahkan bisa menghemat biaya yang cukup besar.
“Kalau membeli rokok, dalam sehari bisa menghabiskan 2 bungkus dengan biaya sekitar Rp 50 ribu. Sedangkan tembakau dengan harga kisaran Rp 3 ribu-10 ribu per bungkus, bisa habis sampai tiga hari. Jadi, penghematan biayanya cukup besar,” tuturnya seperti ditulis wartawan “PR”, Adang Jukardi.
Akan tetapi, kata dia, kendati omzet penjualan tembakau naik, tetap saja harganya akan ditekan murah oleh tengkulak. Sebab, para tengkulak acapkali menutup mata dengan perkembangan harga tembakau. Akibatnya, usaha para petani tembakau tetap saja terpuruk.
“Bahkan terkadang kalau petani lagi terdesak kebutuhan uang, tembakaunya terpaksa dijual lebih murah lagi kepada tengkulak. Terlebih harga tembakau sekarang lagi turun. Dari Rp 80 ribu/kg, turun menjadi Rp 75 ribu-60ribu/kg. Itupun tidak ada barangnya, karena sebelumnya habis terjual,” ungkapnya.
Selain itu juga, ketika harga rokok mahal, omzet penjualan rokok akan anjlok di pasaran. Otomatis, dampaknya akan mengganggu keuangan pabrik rokok. Untuk menyetabilkan keuangannya, pabrik rokok pun akan ikut menekan harga tembakau dari petani dengan harga murah.
“Jadi, unjung-ujungnya petani juga yang tergencet. Apalagi tembakau dari Tanjungsari dan Sukasari yang dibeli tengkulak, ada juga yang disuplai ke pabrik-pabrik rokok besar di daerah Jawa,” ujarnya.
Ia mengatakan, terkait peluang meningkatnya penjualan tembakau imbas kenaikan harga rokok, hingga kini belum terasa. Sebab, stok tembakau di para petani kosong. “Kemungkinan, melonjaknya omzet penjualan tembakau akan terlihat akhir bulan nanti,” imbuhnya.
Hal senada dikatakan petani tembakau lainnya, Subki (67) warga Desa Margaluyu, Kec. Tanjungsari. Ia mengatakan, naik atau tidak harga rokok, tetap saja tidak akan menguntungkan bagi para petani tembakau. Sebab, harga tembakau tetap saja dibeli murah oleh tengkulak.
“Harga daunnya saja (tembakau) Rp 50 ribu/kg, setelah diolah lalu dibeli tengkulak tetap Rp 50 ribu/kg. Jadi, tidak ada untungnya bagi petani,” tuturnya.
Terus terang, kata dia, bertani tembakau sekarang ini tidak menguntungkan jika dibandingkan dengan besarnya modal yang dikeluarkan. “Beda dengan dulu. Kalau dulu, dengan modal Rp 1 juta, bisa menghasilkan pendapatan Rp 3 juta. Kalau sekarang, bisa menghasilkan Rp 2 juta saja sangat susah,” katanya.
Lebih jauh ia menjelaskan, meski sekarang harga rokok sudah naik, belum ada pengaruhnya terhadap kenaikan omzet tembakau. Sebab, sekarang baru musim tanam tembakau dan musim panen akan terjadi April nanti. Kenaikan omzet penjualan tembakau kemungkinan akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, ketika sudah memasuki musim panen tembakau.
“Akan tetapi, ketika tembakau laku, tetap saja tidak ada untungnya buat petani. Sebab, harganya tetap akan murah,” katanya.
Menyinggung tentang hal itu, Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jabar, Suryana ketika dihubungi melalui telefon mengatakan, dengan kenaikan cukai dan harga rokok yang cukup tinggi, diakui konsumen akan mengalihkan pada tembakau linting. Imbasnya, penjualan tembakau akan naik.
“Hanya saja, kenaikan cukai dan harga rokok, hingga kini belum ada dampaknya terhadap penjualan tembakau. Sebab, stok tembakau sekarang lagi kosong. Bisa dicek langsung di Pasar Tembakau Tanjungsari. Sekarang tidak ada stok. Justru, tembakau lakunya dua bulan lalu,” katanya.
Disinggung para petani tembakau tetap terpuruk meski harga rokok melonjak dan penjualan tembakau naik, Suryana mengatakan, kondisi itu tidak sepenuhnya benar. Harga tembakau ditentukan oleh kualitasnya. Jika kualitasnya bagus, harganya pun akan tinggi. Begitu sebaliknya. “Bahkan tembakau kualitas bagus bisa menembus harga Rp 80 ribu/kg. Jadi, harga tembakau tergantung kualitasnya,” tandasnya.***
Sumber: Galamedia