THINKWAY.ID – Ketika lagu Rayuan Pulau Kelapa sudah syahdu berkumandang di televisi, tanda bahwa waktu sudah memasuki larut malam. Selimut ditinggikan, lampu kamar dimatikan, dan saat istirahat pun tiba. Sebuah penanda yang sederhana dan nyaris tidak ada problematikan insomnia. Setidaknya itu yang dikenang dari generasi lama mengenai tayangan terakhir Televisi Republik Indonesia (TVRI) di kala itu.
Jauh waktu terus berjalan, menyaksikan televisi kebanggaan Indonesia ini bak sebuah kotak memoar yang menyedot ingatan kita ke masa lampau. Ingatan tentang masa kanak-kanak yang indah. Ingatan tentang hangatnya keluarga dan tetangga. Untuk generasi yang lebih tua bahkan mengingat televisi sebagai sebuah alat kolektif dan simpul dari perekat silaturahmi di kawasan desa.
Hari ini (24/8) ditandai sebagai tonggak berdirinya stasiun televisi pertama di Indonesia. Ada kisah menarik sebenarnya dari terbentuknya TVRI. Gagasan untuk mendirikan sebuah stasiun TV kebanggaan republik sebenarnya sudah muncul sejak 1953 yang digagas oleh Departemen Penerangan.
Ide ini muncul akibat sebuah fenomena di mana publik sudah mulai mengenal perangkat keras televisi yang secara kompetitif dipasarkan oleh perusahaan asing. Tak hanya itu, alasan untuk segera mendirikan TV Nasional juga berlandaskan kebutuhan untuk mengkampanyekan agenda besar pemilihan umum 1955 yang sudah di depan mata.
Usulan itu disampaikan oleh seorang legenda sepak bola nasional sekaligus penyiar Radio Republik Indonesia, R Maladi. Dalam usulannya, Kiper Legendaris Timnas Indonesia ini berargumen kepada Presiden Sukarno bahwa televisi akan membantu penyelenggaraan Pemilu 1955.
Sayang seribu sayang, gagasan itu tidak diamini oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Soekarno yang menolak karena alasan ekonomi. Asa itu sempat pupus namun muncul kembali pada 1962 saat Indonesia ditunjuk untuk menjadi tuan rumah Asian Games di Jakarta.
Upaya untuk mendirikan TV nasional digiatkan mengingat kebutuhan untuk menunjang kebutuhan penyiaran pada gelaran turnamen Asian Games ke-IV. Akhirnya, melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Penerangan Nomor 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T), TVRI pun dibentuk.
Tepat pada hari kemerdekaan Indonesia yang ke-17, TVRI mengudara melalui siaran ujicoba dengan menyiarkan siaran langsung pidato Presiden Sukarno dalam peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka. Tujuh hari kemudian, pukul 14.30 WIB warga Jakarta menyaksikan siaran langsung upacara pembukaan Asian Games dari Gelora Bung Karno. Sejak saat itu TVRI terus mengudara.
Siaran Berwarna Pertama TVRI
Dirjen Radio-Televisi-dan Film saat itu, Drs Sumadi menyebutkan, televisi berwarna dengan siaran yang bisa ditangkap penonton di Jakarta dan Bandung diharapkan mulai mengudara tahun 1977. Rencananya siaran itu diberi nama ‘Siaran Metropolitan’. Sejak 1975, rencana tersebut dimatangkan dan melalui serangkaian ujicoba.
Pada Mei 1975, beberapa asembler televisi di Jakarta sudah melakukan percobaan televisi berwarna. TVRI gigih untuk segera berpindah ke tayangan berwarna karena sudah mulai merasakan sulitnya mendapatkan perlengkapan pemancar untuk siaran hitam putih.
Akhirnya pada 1977 tayangan berwarna mulai mengudara dan dan pada akhirnya diberlakukan secara penuh pada seluruh siaran TVRI sejak 1 September 1979.
Sambut Era Modern
Terhitung sejak didirikan pada 1962, TVRI sudah berganti logo sebanyak delapan kali. Terakhir logo diganti pada 2019 silam dengan bentuk yang lebih modern. Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra kepada Tempo menyebutkan bahwa perubahan ini dimaksukdkan agar ada kesan yang berubah dar masyarakat terhadap tv nasional ini.
Awalnya sebagai corong pemerintah, TVRI memiliki visi menjadi lembaga penyiaran kelas dunia. Sehingga, re-branding yang didorong bukan hanya logo, tetapi mencakup reformasi birokrasi, yaitu menciptakan identitas dan budaya korporasi baru. Kendati demikian masih ada jalan panjang dan pekerjaan rumah yang belum tuntas untuk mewujudkan impian tersebut.
Gambaran itu tertuang dalam sebuah penelitian yang ditulis oleh Asep Soegiarto dan Febby Alpionita dalam jurnal berjudul ‘Rebranding LPP TVRI Melalui Logo Baru’ yang diterbitkan di Jurnal Communicology (2019). Hasil penelitian itu menyebut bahwa implementasi yang dilakukan oleh TVRI dengan meluncurkan logo baru tidak efektif, belum menjangkau semua lapisan penduduk.
Asep dan Febby menyarankan TVRI untuk melibatkan milenial secara langsung karena mereka adalah target utama dari corporate brand pengakuan. Selain itu, perusahaan disarankan untuk menjalankan strategi publikasi melalui media sosial dengan konten yang mengesankan dan konsisten.
…
Kini, TVRI telah menginjak usia ke-60 tahun. Rasa terimakasih rasanya sangat layak dihaturkan pada tv nasional yang sudah banyak memberikan informasi dan hiburan bagi generasi Indonesia di tiap zaman. Harapannya, untuk tetap berkembang tak hanya sebagai penuntas kebutuhan zaman, melainkan juga demi memberikan informasi yang berimbang pada masyarakat. Jaya terus TVRI!