THINKWAY.ID – Kudus, yang sering disebut sebagai “Kota Santri,” ternyata memiliki warisan budaya yang kaya yang telah dijaga dengan baik hingga saat ini. Salah satu aset budayanya yang memukau adalah Tari Kretek. Tari kretek ini adalah sebuah pertunjukan tari kolosal yang melibatkan beberapa penari perempuan yang menggambarkan peran buruh, dan satu penari laki-laki yang memainkan peran mandor. Seperti tarian tradisional Jawa lainnya, tari ini memiliki peran-peran yang telah ditetapkan bagi setiap penarinya, termasuk mandor, penjor (asisten mandor), dan penari wanita, masing-masing dengan tugasnya sendiri.
Tari Kretek ini menggambarkan kegiatan para buruh rokok di Kudus, mulai dari memilih tembakau hingga merapikan batang rokok kretek, serta mengantarkannya ke seorang mandor laki-laki untuk diperiksa. Gerakan tangan yang lentur para penari mencerminkan keterampilan buruh dalam membuat dan melinting rokok kretek dengan cekatan. Gerakan-gerakan menggoda yang dilakukan oleh penari perempuan menambah daya tarik tarian ini.
Konon, gerakan menggoda ini mewakili usaha para buruh perempuan untuk memikat hati mandor agar rokok kretek yang mereka buat dapat lolos seleksi. Ketika sang mandor tersenyum, rokok tersebut dijamin akan lolos seleksi.
Para buruh juga harus pandai “menggoda” sang mandor dengan senyuman mereka. Sang mandor juga tak kalah dalam mengeluarkan pesonanya untuk memikat para buruh, khususnya yang cantik-cantik. Ia selalu bergerak di sekitar penari perempuan untuk memeriksa pekerjaan mereka.
Ide untuk menciptakan Tari Kretek ini berasal dari Gubernur Jawa Tengah, Sutarjo Rustam, yang ingin memiliki tarian khas Kudus untuk mengiringi pembukaan Museum Kretek pada tahun 1986. Dwijisumono, seorang pejabat budaya, kemudian menugaskan Endang, seorang pengajar tari terkenal di Kudus, untuk membuat tarian ini. Mengingat Kudus adalah tempat asal kretek di Indonesia, Endang memutuskan untuk menggabungkan unsur pekerja kretek ke dalam tarian tersebut. Dengan bantuan dari Djarum, ia mengamati dan mempraktikkan proses pembuatan rokok langsung, dan hasilnya adalah Tari Kretek yang spektakuler.
Awalnya, tarian ini diberi nama Tari Mbatil, bukan Tari Kretek. Namun, karena nama Mbatil kurang dikenal di masyarakat umum, akhirnya diputuskan untuk menggunakan nama Kretek yang lebih representatif. Sesuai permintaan Gubernur Soepadjo Rustam, Tari Kretek pertama kali ditampilkan saat peresmian Museum Kretek pada tanggal 3 Oktober 1986.
Hingga saat ini, banyak masyarakat yang mempelajari Tari Kretek, bahkan mahasiswa dari berbagai universitas mengambilnya sebagai judul skripsi. Selain itu, tarian ini juga telah tampil di berbagai negara di luar Indonesia.