Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengajukan permohonan kepada Presiden Rl, Joko Widodo (Jokowi) agar menolak rencana revisi/amandemen Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Hal itu merujuk Surat Perkumpulan GAPPRI yang dikirimkan ke Presiden Jokowi, tertanggal 17 Juni 2021, bernomor D.A624/P.GAPPRI/VI/2021, perihal Permohonan Menolak Revisi PP 109 Tahun 2012.
Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan, PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah sangat memadai untuk mengendalikan konsumsi produk tembakau di Indonesia.
“Bahkan PP 109/2012 telah melampaui amanat Framework Convention on Tobocco Control (FCTC),” kata Henry dalam rilisnya di Jakarta, Senin 21 Juni 2021.
Sebaliknya, jika rencana revisi/amandemen PP 109/2012 diberlakukan, justru akan berdampak buruk bagi kelangsungan industri kretek nasional yang belum pulih akibat pandemi dan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020 dan 2021.
“Memaksa melakukan revisi PP 109 di saat seperti ini, hanya akan menumbuhkan masalah karena menyebabkan pabrik rokok gulung tikar. Jika sampai itu terjadi, para petani dan pekerja juga yang akan menjadi korban,” paparnya.
Henry juga meminta pemerintah agar industri hasil tembakau nasional diberikan kesempatan untuk pulih (recovery), sehingga kebijakan sektoral pemerintah menjadi sinkron dengan upaya pemerintah yang sedang mengejar program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Henry juga mensinyalir, jika Revisi PP 109/2012 terus didesakkan, akan menambah peluang rokok ilegal semakin marak dan sulit dikendalikan.
“Jika rokok ilegal sampai tak terkendali, upaya pengendalian akan gagal, penerimaan negara pun akan sulit dicapai,” ungkapnya.
Merujuk data resmi GAPPRI, tahun lalu, akibat kenaikan tarif CHT dan Harga Jual Eceran (HJE) yang tinggi telah meningkatkan rokok ilegal sampai 4,8%. GAPPRI memperkirakan, rokok ilegal bisa mencapai angka 10-15% dari angka yang disampaikan pemerintah.
“Dengan kenaikan tarif cukai tahun 2021 ditambah situasi ekonomi yang masih sulit, peredaran rokok ilegal berpotensi kembali naik,” ujarnya.
Karena itu, Henry berpesan agar pemerintah tidak merevisi PP 109/2012 karena akan mengganggu rantai pasokan industri yang berakibat kepada penyerapan bahan baku dari petani tembakau, petani cengkeh, tenaga kerja dan menurunkan sumber pendapatan pedagang pengecer yang sebagian besar adalah UMKM.
Selain itu, terganggunya industri ini juga akan menurunkan penerimaan negara berupa cukai dan pajak.
Henry menambahkan, melalui cukai hasil tembakau, PPN, PPH dan pajak daerah, industri telah berkontribusi signifikan bagi pembangunan nasional.
“Dengan dilakukan revisi, akan membuat ekosistem di sepanjang mata rantai IHT terganggu,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Perkumpulan GAPPRI memohon Presiden Jokowi agar mempertimbangkan untuk menolak amandemen PP 109/2012. Pasalnya, akan memberikan multi flyer effect yang negatif bagi kelangsungan industri hasil tembakau nasional khususnya kretek.
Surat Perkumpulan GAPPRI ditembuskan ke beberapa Kementerian/Lembaga. Diantaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rl; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Rl; Ketua DPR Rl; Menteri Keuangan Rl; Menteri Perindustrian Rl; Menteri Ketenagakerjaan Rl; Menteri Perdagangan Rl; Menteri Sekretaris Negara Rl; Menteri Kesehatan Rl; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Rl; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rl; Kepala Kantor Staf Presiden; Kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF); serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.(sumber: Sindonews)