THINKWAY.ID – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Provinsi Aceh menyatakan bahwa provinsi di ujung barat Indonesia ini memiliki potensi tembakau yang menjanjikan dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat serta pendapatan negara melalui sektor cukai.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Provinsi Aceh, Safuadi, mengungkapkan bahwa tembakau Aceh memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Sayangnya, potensi besar dari tanaman tembakau ini belum dimaksimalkan dengan baik.
“Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh. Luas tanaman tembakau mencapai 2.888 hektar dengan produksi mencapai 2.597 ton pada tahun 2022,” ujar Safuadi.
Lahan yang digunakan untuk menanam tembakau tersebar di 11 kabupaten dan kota di Provinsi Aceh. Namun, usaha pengolahan tembakau baru terfokus di tiga lokasi di Kota Banda Aceh dan tujuh lokasi di Kabupaten Aceh Besar.
“Sementara produksi tembakau mencapai 2.597 ton, usaha pengolahan tembakau baru berjumlah tujuh. Jika potensi ini dikelola dengan optimal, akan memberikan peluang kerja bagi masyarakat Aceh,” tambah Safuadi.
Untuk itu, Safuadi mengajak semua pihak yang memiliki kepentingan di Provinsi Aceh untuk meyakinkan investor agar mau berinvestasi dalam pengolahan tembakau di wilayah ini.
Pendapatan per hektare dari tanaman tembakau bisa mencapai Rp16 juta. Saat ini, beberapa wilayah di Aceh sudah mulai mengembangkan usaha tembakau, seperti Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Gayo Lues, dan beberapa daerah lainnya.
“Kami mengajak pemerintah daerah untuk fokus dalam mengembangkan usaha tembakau. Jika potensi tembakau ini dimaksimalkan, kami yakin dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh,” ucap Safuadi.
Lebih lanjut, Safuadi juga menyoroti bahwa sektor tembakau dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Aceh. Selain menciptakan lapangan pekerjaan, pengolahan tembakau juga akan membawa dampak positif bagi petani dan pelaku usaha di sektor pertanian.
“Saat ini, banyak petani tembakau di Aceh yang masih bergantung pada pengepul, sehingga harga jualnya cenderung rendah. Namun, jika ada pabrik pengolahan tembakau yang besar dan modern di Aceh, petani akan memiliki opsi untuk menjual langsung ke pabrik, sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka,” jelas Safuadi.
Dengan adanya pabrik pengolahan tembakau di Aceh, proses produksi dan distribusi tembakau dapat lebih terkontrol dan efisien. Hal ini membuat kualitas dan harga jualnya pun akan lebih stabil. Selain itu, pengolahan tembakau juga akan menciptakan nilai tambah bagi komoditas ini sebelum dijual ke pasar domestik maupun ekspor.
Selain manfaat ekonomi, usaha pengolahan tembakau yang ramah lingkungan juga dapat menjadi prioritas dalam pengembangan sektor ini di Aceh. Penggunaan teknologi modern dalam proses produksi dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan membantu melestarikan sumber daya alam.
Tidak hanya mengandalkan pasar dalam negeri, potensi ekspor tembakau dari Aceh juga dapat ditingkatkan dengan adanya pabrik pengolahan yang handal. Dengan demikian, pemasukan devisa dari ekspor tembakau dapat menjadi sumber pendapatan negara yang signifikan.
Melihat potensi tembakau yang menjanjikan ini, Safuadi berharap agar semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, instansi terkait, serta investor, dapat bersinergi mengembangkan sektor tembakau di Aceh. Dengan kerjasama yang baik, diharapkan potensi tembakau ini dapat dioptimalkan sehingga berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh secara keseluruhan.