Jawa Barat tengah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Panitia Khusus (Pansus) VI Tentang Kawasan Tanpa Rokok pun dibentuk. Pansus ini menjanjikan perda yang mengakomodir semua kepentingan, meski yang isu kesehatan lebih dominan.
Mencuatnya isu kesehatan yang melatarbelakangi lahirnya raperda KTR ini tampak ketika Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP Perda) DPRD Provinsi Jawa Barat menggelar Hearing Dialog bersama para praktisi kesehatan, di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, November 2018 lalu.
Tema yang diangkat dalam dialog ini pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok dan Penyelnggaraan Pengamanan Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Dari dialog tersebut terungkap bahwa raperda KTR awalnya ajuan dari eksekutif dalam hal ini Pemprov Jabar. Pengajuan ini sudah berlangsung tiga tahun lalu, namun jalan di tempat.
Menurut Wakil Ketua Komisi V Yomanius Untung, karena perda tersebut jalan di tempat maka komisi V berinisiatif untuk mengambil alih raperda menjadi hak inisiatif komisi yang antara lain membidangi kesehatan tersebut.
Untung berasalan, raperda KTR punya dampak yang kuat di masyarakat, baik kesehatan maupun lingkungan. “Jadi ini merupakan langkah proaktif kita menjadikan ini sebagai hak inisiatif Komisi V,” tegas Untung.
Sementara Kepala BP Perda DPRD Provinsi Jawa Barat Habib Syarief Muhammad tampak hati-hati dalam menyikapi raperda KTR. Ia tak menampik, tidak sedikit perda yang dibuat namun pada tahap aplikasi tidak bisa berfungsi. Ini terjadi karena payung hukum tersebut tidak konsisten dan tidak realistis.
“Karena mungkin pemikiran-pemikiran yang masuk dalam Perda tersebut tidak bisa meng-cover keseluruhan permaslahan yang ada ditengah masyarakat,” ucapnya
Maka lewat dialog tersebut pihaknya berharap mendapat masukan dari bawah, sehingga perda yang dihasilkan menjadi solusi dalam menjawab masalah kesehatan masyarakat. “Mudah mudahan melalui kegiatan hearing dialog seperti ini kita dapat masukan langsung dari bawah bottom-up,” kata Habib.
Kabupaten Cirebon juga menjadi daerah percontohan bagi DPRD Jabar untuk membikin Perda KTR. Kabupaten ini memang telah memiliki Perda KTR, meski dalam realisasinya menghadapi banyak kendala.
Pansus VI DPRD Jabar tentang KTR pun sudah melakukan studi banding ke daerah Pantura itu. Anggota Pansus VI DPRD Provinsi Jawa Barat Iemas Masithoh M Noor mengaku kunjungan kerjanya ke Kabupaten Cirebon mendapatkan banyak sekali masukan dan informasi terkait perumusan Raperda KTR, salah satunya mengenai larangan pemasangan iklan.
Soal iklan rokok ini, Iemas mengatakan, Pemerintah Kabupaten Cirebon menghadapi dilema. Sebab, iklan rokok menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Tentang pelarangan iklan yang berbau tentang rokok yang masih menjadi permasalahan utama di Kabupaten Cirebon dalam menegakan Perda KTR ini, Kabupaten Cirebon telah merumuskan perda ini sejak dua tahun terkahir ini dan selalu gagal oleh persoalan iklan rokok yang memang menjadi pendapatan daerah yang menguntungkan,” ucap Iemas.
Iemas menegaskan, Perda KTR yang kini digodok bertujuan mengatur zona larangan merokok, bukan larangan merokok. “Perlu di tegaskan Perda ini mengatur zona larangan merokok atau smoking area jadi bukan melarang untuk tidak merokok,” katanya.
Ia menyatakan, Perda KTR diharapkan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan sangat penting. Untuk bisa sehat, masyarakat jadi sadar untuk tidak merokok, sehingga anggaran untuk membeli rokok bisa dialihkan untuk keperluan lain.
Ketua Pansus VI Saefudin Zuhri mengakui, Perda KTR akan menyentuh masyarakat luas, juga terkait dengan segi ekonomi bukan hanya kesehatan. Ia menepis bahwa Perda KTR dirumuskan berdasarkan kacamata kesehatan saja.
Menurutnya, perumusan Perda akan mengakomodir kepentingan pengusaha, kepentingan pengguna rokok, dan kepentingan pemerintah yang juga mendapatkan penghasilan dari cukai rokok. “Itu semuanya terakomodir,” tukas Saefudin Zuhri, di sela kunjungan kerja Pansus VI DPRD Provinsi Jawa Barat ke DPRD DKI Jakarta.
Ia juga sepakat jika Perda KTR bukan berisi larangan merokok, melainkan lebih pengaturan zona-zona rokok. Misalnya, lembaga pendidikan atau sekolah dan rumah sakit harus terbebas dari asap rokok.Sedangkan untuk kawasan wisata, akan disediakan tempat khusus bagi para perokok. Masalahnya, pansus juga masih terkendala dalam menentukan zonasi ini. “Tapi yang jadi permasalahannya penentuan titik atau zona yang akan dijadikan KTR tersebut. Itu nanti kita akan masih diskusikan,” ujarnya. [Iman]