Tembakau atau bako dalam bahasa Sunda, memiliki sejarah cukup panjang di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Beberapa bukti bahwa kabupaten ini begitu “dekat” dengan tembakau masih ada hingga kini.
Menurut berbagai sumber, pada jaman Belanda dulu, warga di Sumedang khususnya di Tanjungsari, banyak yang menanam dan membudidayakan tanaman tembakau. Konon, salahsatu bupati Sumedang waktu itu, yakni Pangeran Sugih pun, mendukung sekali upaya warga menanam tembakau tersebut.
“Kalau informasi dari kakek saya benar, pada jaman Belanda, tembakau sudah memiliki nilai jual lumayan. Belanda pun membutuhkannya,” tutur Bah Aka (74), warga Cijambu, Tanjungsari.
Bahkan, imbuhnya, Belanda beberapa kali mengirimkan tembakau Sumedang ke negerinya. Tembakau itu, dalam bentuk sudah kering, diangkut melalui kereta api dari SS (Stasiun Kereta Api Tanjungsari) ke Jawa Tengah. Dari Jawa Tengah, baru diterbangkan ke Belanda.
Adapun wilayah di Sumedang yang dahulu memiliki kebiasaan menanam dan mengolah tanaman tembakau adalah Cijambu, Pasigaran Kecamatan Tanjungsari, dan Sukasari di Kecamatan Sukasari.
Khusus di Sukasari, hingga sekarang bahkan ada sebuah tempat yang dinamakan Kampung Bako, karena mayoritas warganya mencari penghidupan dari bertaman tembakau dan mengolahnya.
Banyaknya warga yang memproduksi tembakau ini, menyebabkan di wilayah sebelah barat Kota Sumedang ini berdiri pasar tembakau.
Menurut sebuahpenelitian dari Fakultas Pertanian Unpad, di Tanjungsari tepatnya di Desa Mariuk Distrik Tanjungsari yang sekarang bernama Margaluyu pernah berdiri Pasar Tembakau yang terkenal dengan bako molenya.
Penjualan yang dilakukan waktu itu menggunakan oblok atau pikulan, dengan sebutan Pasar Omprongan. Pedagangnya datang dari berbagai tempat antara lain Cigasti, Cicalengka, Cijambu dan Majalaya.
Setelah Indonesia merdeka, sebuah organisasi yang menamakan Gerakan Tani Indonesia memindahkan pasar bako tersebut ke daerah Lanjung Desa Tanjungsari. Tahun 1965, pasar tersebut pindah lagi ke Tanjungsari ke sekitar Alun-Alun Tanjungsari.
Tahun 2002, pasar tersebut pindah lagi ke pasar baru yang dan mendapat nama khusus Pusat Agrobisnis Tembakau Jawa Barat karena menjadi pasar tembakau satu-satunya di Jawa Barat. Angka milyaran rupiah berputar di setiap hari pasaran tembakau, yakni Selasa dan Sabtu karena pedagang dari berbagai daerah biasanya membawa tembakau olahannya ke pasar ini
Pabrik Rokok
Di Tanjungsari pun, tepatnya di Desa Gudang, tahun 1930an pernah berdiri sebuah pabrik rokok yang mereknya antara lain “Parona”. Konon, rokok merek Parona tersebut sempat terkenal juga di Tanah Air. Namun karena sesuatu hal, pabrik tersebut bangkrut, sehingga produksi “Parona” pun terhenti.
Hingga sekarang, benteng bekas pabrik rokok yang juga dikenal dengan nama Parona tersebut, masih berdiri di Desa Gudang, tepat di pinggir Jalan Raya Gudang-Tanjungsari.***
Sumber: Kompasiana