Semilir angin siang itu terasa menyegarkan. Terik matahari jelang tengah hari seolah tunduk dengan buaian sang bayu yang bertiup sepoi-sepoi.
Kalisat, satu sudut wilayah di Kabupaten Jember pada Agustus lalu didominasi warna-warna hijau ke kuningan yang begitu cerah. Secerah wajah-wajah para petani tembakau yang tengah memasuki musim panen. Priawa nita, tua-muda, petani-buruh tani, sibuk beraktivitas baik di sawah, di lahan penjemuran, maupun gudang-gudang pe ngepul tembakau.
Sebagian dari mereka ada yang memetiki daundaun tua dari batang. Daun-daun ini kemudian di pe ram selama 1-2 malam untuk me luruhkan getah. Jika daun mu lai layu, petani akan mem bandul atau me ngantung daun-daun tersebut di batang-batang bambu yang bisa mereka pasang di pinggir sawah atau lapangan terbuka.
Daun-daun ini kemudian dijemur untuk menghilangkan kandungan air selama kurang lebih 7 hari bergantung teriknya matahari. Proses penjemuran ini sendiri menjadi pemandang an menarik hati. Warna daun tembakau yang dijemur akan perlahan berubah dari hijau, kuning, hingga cokelat tua.
Pada masa-masa ini, lapangan atau lahan-lahan terbuka lainnya di kawasan Jember dipenuhi semburat warna keemasan daun tembakau yang sedang berubah warna. Jika daun telah kering benar, para pekerja yang didominasi oleh para kaum hawa akan memilah daun dalam kategori premium, standar, hingga massal.
Daun-daun ini kemudian diikat dan dibawa ke gudang-gudang pe ngepul untuk ditimbang dan diberi harga. Aktivitas petani di Kalisat itu, juga akan mudah di jumpai di Ledokombo, Sukowono, Pakusari, Jelbuk, dan wilayah-wilayah lain utamanya di utara serta timur Jember. Kawasan-kawasan ini dikenal se bagai penghasil tembakau kasturi yang mengandalkan terik matahari dalam proses pengeringannya. Hampir 80% dari jumlah pen duduk Jember merupakan petani tembakau, menyusul nelayan, pedagang, hingga kaum profesional. Pilihan menjadi petani tembakau tentu bukan datang begitu saja.
Kondisi geografis, cuaca, hingga karakter masyarakat mendukung berkembangnya tembakau sebagai pilihan sandaran hidup. Berada di ketinggian rata-rata 101-500 meter di atas permukaan air laut (mdpl), Jember sangat cocok sebagai habitat berkembangnya tembakau.
Kawasan pegunungan berapi seperti Argopuro, Raung, hingga Ijen yang mengelilingnya selama ribuan tahun telah menciptakan lapisan tanah dengan tingkat kesuburan luar biasa. Karakter masyarakat yang didominasi dua suku besar, yakni Madura dan Jawa dengan keberanian mengambil risiko besar, sangat cocok sebagai karakter khas petani tembakau. Karakter khas ini layak digarisbawahi karena menjadi petani tembakau ibarat melakukan perjudian besar.
Jika hasil panen bagus keuntungan petani bisa mencapai 100%, namun sebaliknya jika peruntungan lagi tidak bagus akibat datangnya hama, cuaca ekstrim, tersendatnya pasokan pupuk hingga anjloknya harga tembakau di pasaran maka seorang petani dengan mudah bisa gulung tikar. Saking tingginya risiko budi daya tanaman tembakau, di kalangan petani Jember beredar dalil berbalut canda “Petani tembakau kalau untung bisa memborong rumah dan sawah baru, tapi kalau merugi tidak akan bisa pulang ke rumah karena harus merantau ke Malaysia atau Arab Saudi menjadi buruh migran”.
Berbicara mengenai tembakau kasturi di Jember tidak bisa dilepaskan dari sosok Abdurrahman (67). Pria asli Pakusari ini telah menggeluti budi daya tembakau sejak 1968. Selepas lulus SMP, pria dengan tiga anak dan lima cucu ini mulai ikut menggarap lahan milik orang tua. Pengetahuan, pengalaman, dan interaksinya selama puluhan tahun dengan berbagai stake holder tembakau di Jember kini membuatnya didaulat sebagai Ketua Asosiasi Petani Tembakau Kasturi Jember. Berkunjung ke kediamannya yang asri di Desa Sumber Pinang, Kecamatan Pakusari, 25 kilometer dari arah pusat kota, kami disambut dengan ramah.
Masih menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sepatu bot, baju lengan panjang, penutup kepala berupa topi yang dilengkapi masker, serta celana panjang, Abdurrahman mempersilakan kami menunggu di teras rumah. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.45 WIB. Beberapa buruh tani yang bekerja di lahan-lahan tembakau di sekitar rumah Abdurrahman mulai bergegas pulang untuk beristirahat. Tak berselang lama, Abdurrahman menemui kami di ruang tamu miliknya. “Maaf telah membuat Anda menunggu, saya baru saja selesai menyiram tanaman tembakau di belakang rumah,” ujarnya dalam bahasa Indonesia dengan logat Madura kental.
Dia menuturkan, pekan-pekan ini merupakan hari-hari sibuk bagi petani tembakau kasturi di Jember. Tanaman tembakau yang menjadi sumber penghasilan utama mereka telah memasuki masa panen. Petani dan keluarga besar mereka pun banyak menghabiskan waktu mereka di sawah atau ladang tembakau mereka. Bagi mereka yang tidak punya lahan tetap berbondong-bondong ke ladang tembakau untuk sekedar menjadi buruh petik atau buruh pilah.
“Bagi kami, tanaman tembakau telah menjadi sandaran hidup yang turun temurun diwariskan orang tua dan nenek moyang kami. Kala panen seperti ini semua orang akan merasakan kegembiraan baik yang punya lahan atau tak punya lahan,” katanya sambil mengembuskan asap rokok dalam-dalam.
Menurut Abdurrahman, ada beberapa jenis tembakau yang ditanam oleh petani Jember. Secara umum tembakau di Jember di bagi menjadi dua jenis, yakni tembakau voor oogst yang tumbuh di musim kemarau dan tembakau na oogst yang tumbuh di musim penghujan. Tembakau voor oogst sendiri terdiri atas beberapa jenis, yakni kasturi, rajang, dan white burley.
Sebagian besar petani tembakau di Jember menanam tembakau voor oogst. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jember tahun 2017 total lahan tembakau di Jember tahun 2015 mencapai 14.496 hektare yang terdiri atas lahan tembakau na oogst se luas 2.765 hektare, lahan tembakau voor oogst kasturi seluas 10.116 hektare, lahan tembakau voor oogst rajang seluas 1.234 hektare, dan lahan tembakau voor oogst white burley seluas 181 hektare.
Luasan lahan tembakau ini merosot tajam pada 2016 di mana hanya ada 6.162 hektare yang digunakan petani untuk menanam tembakau. Luasan lahan tersebut terdiri atas lahan tembakau na oogst seluas 2.145 hektare, lahan tembakau voor oogst kasturi seluas 3.435 hektare, luasan tembakau voor oogst rajang seluas 434 hektare, dan luasan lahan tembakau voor oogst white burley 148 hektare.
“Kami memang mengalami kerugian besar pada 2016 karena adanya hujan abu dari Gunung Raung sehingga tanaman tembakau kami yang berjenis voor oogst tidak bisa tumbuh dengan baik karena minimnya sinar matahari. Jadi, banyak petani tembakau yang beralih menanam tanaman lain selain tembakau,” katanya.
Menanam tembakau, lanjut Abdurrahman, memang tak selalu bergelimang manisnya madu. Terkadang para petani juga harus menelan pahitnya empedu kala hasil panen jeblok hanya karena persoalan sepele, seperti munculnya kepik atau kumbang perusak daun. Jeblok nya harga juga bisa terjadi karena ketidaktahuan petani akan kualifikasi daun tembakau hasil panen mereka, apakah masuk kategori premium, standar, atau massal, sehingga terkadang mereka mudah ditipu oleh para spekulan. Namun sepahit apa pun hasil panen, sebagian besar warga Jember tidak akan bisa meninggalkan tembakau sebagai komoditas andalan.
“Ada banyak faktor yang menyebabkan kami memilih tembakau. Selain ini adalah warisan turun-temurun, menanam tembakau juga pilihan paling rasional, mengingat kondisi geografis dan tanah Jember yang paling cocok digunakan mengembangkan komoditas tembakau,” katanya.
Terkait pasar, Abdurrahman menyebut mayoritas tembakau Jember diserap oleh pabrik-pabrik rokok besar yang secara khusus membuat perwakilan dan gudang di kawasan tersebut. Namun, ada juga sebagian hasil tembakau Jember yang khusus diekspor atau digunakan sebagai bahan baku pembuatan cerutu (cigar). Saat ini sudah ada beberapa pabrik pengolahan cerutu yang berkembang di Jember.
Ingin Kuasai Pasar Dalam Negeri
Salah satu perusahaan pengembang cerutu Jember yang saat ini mulai naik daun adalah Boss Image Nusantara (BIN) Cigar. Pabrik pengolahan cerutu ini terletak di Jalan Brawijaya 5, Jubung, Jember. Di lokasi ini terdapat ruang produksi, kantor pemasaran, juga etalase yang menjual berbagai produk cerutu dan suvenir dari BIN Cigar. Perusahaan ini memproduksi berbagai cerutu yang diperuntukkan bagi pasar dalam dan luar negeri. Sebagai perusahaan cerutu yang relatif baru di mana BIN Cigar resmi didirikan pada 2013, kuota produksinya saat ini sudah mencapai angka 100.000/tahun.
Jumlah ini cukup besar, mengingat pasar cerutu yang sangat segmented dibandingkan dengan pabrikan rokok di Indonesia. “Pangsa pasar cerutu produksi kami terus berkembang yang ditunjukkan dengan tren produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujar General Manager BIN Cigar Imam Wahid Wahyudi.
Ada tiga jenis utama cerutu yang diproduksi BIN Cigar, yakni half corona, corona, dan robusto. Jenis-jenis cerutu ini diperuntukkan untuk segmen premium, baik di pasar dalam maupun luar negeri. Saat ini BIN Cigar telah mengekspor cerutu produksi me reka pasar luar negeri, seperti Tiongkok, Jepang, Taiwan, dan Malaysia.
Selain itu, ada jenis lain seperti el nino dan maumere. BIN Cigar memfokuskan diri untuk menguasai pasar cerutu dalam negeri yang saat ini masih dikuasai oleh cerutu impor utamanya dari Kuba. “Upaya memperluas pasar dalam negeri terus kami lakukan dengan menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, seperti pengelola hotel, pengelola klub-klub cerutu di Tanah Air, hingga gerai oleh-oleh di berbagai bandar udara di Tanah Air,” ungkap Imam.
Sementara itu, Bupati Jember Faida mengatakan, Pemkab Jember sangat concern terhadap upaya pengembangan tembakau karena komoditas ini merupakan sumber pencarian utama bagi masyarakat Jember. Salah satu bukti keberpihakan Pemkab Jember terhadap perkembangan komoditas tembakau adalah adanya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7/2003 tentang Pengusahaan Tembakau. Perda ini memuat pem bentukan Komisi Urusan Tembakau Jember (KUTJ). “Komisi ini merupakan satu ruang yang memberikan kesempatan semua stakeholder usaha pertembakauan di Jember, baik dari unsur petani, pengusaha, maupun pemerintah duduk bersama dalam posisi sederajat untuk mencari jalan terbaik bagi pengembangan komoditas tembakau di Jember,” ujarnya.
Saat ini mayoritas produksi tembakau Jember dengan kualitas yang kian hari kian bagus mayoritas diperuntukkan bagi pasar ekspor. Tembakau Jember tidak hanya diekspor berupa lembaran-lembaran daun sebagai bahan mentah, tetapi sudah dalam berbagai produk olahan salah satunya adalah cerutu.
“Produsen cerutu di Jember saat ini juga tidak hanya fokus pada peningkatan kualitas cerutu mereka, juga mulai memperhatikan kualitas servis secara umum seperti pengemasan, gunting khusus cerutu, hingga menyediakan sarana wisata edu kasi tentang pembuatan cerutu di pabrik mereka,” katanya.
Lebih jauh, bupati yang berlatar dokter profesional ini mengungkapkan, saat ini Pemkab Jember sedang mengembangkan konsep pembangunan ekonomi berbasis 4C, yakni culture (budaya), cigarette (tembakau), coffee (kopi), dan cacao (kakao).
Pendekatan kultur dilakukan dengan mengembangkan berbagai kesenian berbasis tradisi, seperti patrol, rentongan, can macanan kaduk, hingga Jember Fashion Carnaval (JFC). Sementara 3C lainnya adalah upaya memberikan nilai lebih terhadap produk andalan dari basis pertanian yakni tem bakau, kopi, dan cokelat. “Konsep 4C ini kami kembangkan dengan tidak mengabaikan potensi lain, seperti nelayan, produk UMKM dan wisata alam,” pangkasnya.***
Sumber: Sindonews