Harga rokok mengalami kenaikan namun, alokasi kenaikan uang yang dibelanjakan ke rokok atau produk tembakau tersebut tidak meningkatkan penghasilan para petani tembakau.
Hal ini disampaikan oleh Dewan Pakar dan Ketua Satgas Ekonomi DPP Pemuda Tani HKTI, Ajib Hamdani, Senin 3 Januari 2021.
Ia menyampaikan, selisih kenaikan nilai rokok atau produk tembakau tersebut akan masuk ke pundi-pundi kas negara dalam bentuk cukai.
“Mengutip dari data, konsumsi rokok dan produk tembakau ini memberikan kontribusi yang luar biasa dalam struktur APBN Indonesia,” katanya.
Pada tahun 2020, pendapatan cukai tembakau menyentuh angka Rp179,83 triliun. Angka ini setara dengan 7,08% kebutuhan belanja APBN sepanjang tahun 2020, yaitu sebesar Rp2.540,4 triliun.
“Dari capaian pemasukan tersebut, target cukai tembakau bahkan ditargetkan mengalami kenaikan untuk tahun 2022 ini menjadi sebesar 193 triliun,” kata Ajib.
Ia menambahkan target kenaikan cukai tembakau ini menjadi hal yang sangat bisa dimaklumi, karena memang negara membutuhkan pemasukan, apalagi yang berasal dari sumber yang terukur dan aman.
“Target cukai tembakau ini terukur karena masyarakat Indonesia sudah mempunyai captive market yang mengkonsumsi rokok. Jumlah masyarakat Indonesia yang sebesar 271 juta orang, nomor 4 besar dunia, adalah local domestic demand konsumsi rokok yang sangat menguntungkan dan terukur,” ungkapnya.
Kesejahteraan bagi Petani Tembakau
Dengan melihat begitu strategisnya, kata dia, kontribusi masyakarat terhadap penerimaan cukai tembakau, sudah selayaknya kemudian pemerintah juga memberikan insentif agar terjadi peningkatan kesejahteraan para pelaku usaha, terutama di hulu, untuk para petani.
“Dengan kenaikan tarif cukai ini, berarti pemerintah telah memberikan disinsentif fiskal terhadap produk tembakau. Untuk membuat keseimbangan dan fairness, pemerintah seharusnya memberikan kebijakan pendukung, misalnya dalam bentuk insentif moneter,” tegasnya.
Ia menambahkan, kebijakan insentif moneter ini misalnya atas 2 (dua) hal, pertama, dukungan jaminan atas pemberian kredit. Para petani tembakau di lapangan, menghadapi masalah yang klasik, yaitu kesulitan mendapat akses dana perbankan.
Selanjutnya, insentif yang kedua, adalah insentif bunga. Bunga yang murah, menjadi kebutuhan para petani, seperti halnya program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Harus ada alokasi khusus KUR ini buat para petani tembakau.
“Dengan pola kebijakan insentif ini, maka petani akan mendapat dana yang mudah dan murah,” kata dia.
Sebelumnya, kebijakan ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris, yang mulai berlaku 1 Januari 2022. (sumber: Haluanpadang.com)