THINKWAY.ID – Stand Up Comedy. Tampaknya banyak masyarakat Indonesia yang tak asing dengan istilah ini. Uniknya, Indonesia tak menggunakan istilah berbahasa Indonesia untuk padanan kata tersebut, misalnya lawak tunggal. Bisa jadi, karena istilah tersebut adalah ikon aktivitas yang merujuk pada salah satu bentuk komedi yang dibawakan oleh individu tunggal, di depan penonton. Variasi gayanya bermacam-macam, salah satunya monolog.
Britannica mencatat, stand up comedy bisa diruntut sejak 1800-an di Eropa dan Amerika. Lalu, berkembang ke benua lain. Era awal stand up comedy berbentuk teater. The Minstrel Show, sebuah kelompok teater di Amerika, memulai kiprahnya bahkan sebelum perang saudara Amerika 1861-1865.
Pada masa itu, lawakan sederhana berhasil menarik animo besar dari masyarakat Amerika. Gaya yang umumnya digunakan adalah physical joke, alias ejekan fisik. Istilah lainnya adalah slapstick. Teknik ini diadopsi oleh kelompok teater lain, dikembangkan lagi dengan cara monolog dan pidato. 1959 menjadi titik balik berkembangnya stand up comedy ke berbagai negara, diawali dengan lahirnya The Steve Allen Show dengan stand up comedian yang sangat ikonik, Lenny Bruce.
Di Indonesia, stand up comedy sebenarnya sudah muncul sejak 1950an. Istilah lawak tunggal mulai diperkenalkan. Saat itu belum menerapkan konsep pakem. Referensi yang minim ditengarai menjadi sebab tak berkembangnya lawak tunggal tersebut.
Orang Indonesia yang kali pertama melabeli dirinya sebagai stand up comedian adalah Iwel Sastra, di tahun 2000an. Tapi, ini tak serta merta diikuti dengan kepopuleran istilah stand up comedy.
Salah satu tonggak Stand Up Comedy di Indonesia, diawali oleh sebuah program Kompas TV bernama Stand Up Comedy Indonesia (SUCI). Sosok yang dianggap mempopulerkan stand up comedy di Indonesia adalah Ernest Prakasa, Ryan Andriandy, Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono, dan Isman Suryaman. Mereka dikenal sebagai founder Stand Up Indo. Istilah komika dalam pengertian orang yang melakukan stand up comedy juga mulai digunakan. Setelah itu, banyak bermunculan komunitas stand up, biasanya berbasis kota atau wilayah tetentu.
Roasting dan Persoalannya
Roasting adalah salah satu teknik dan gaya yang lazim digunakan dalam stand up comedy. Roasting merupakan metode yang digunakan untuk menyerang atau memojokkan sesorang dengan cara unik. Ejekan untuk target adalah bagian dari roasting. Umumnya, target juga dihadirkan langsung pada saat roasting dilakukan, sehingga sudah terjalin konsensus, alias kesepakatan di awal, untuk menghindari ketersinggungan. Roasting seringkali digunakan sebagai metode kritik dengan cara yang lebih halus.
Komika lokal yang punya kemampuan roasting yang bagus antara lain Kiky Saputri. Mulai dari artis nasional, menteri, anggota DPR, dan bahkan Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan pernah ia roasting. Roasting yang bagus tentu saja tak lepas dari riset yang mendalam, sehingga apa yang di lempar ke target, tepat sasaran. Semakin aktual topik yang dilemparkan, maka penonton semakin terhibur.
Selain Kiky Saputri, komika yang jago meroasting adalah Dodit Mulyanto, Ridwan Remin, dan Mamat Alkatiri. Nama terakhir yang disebut, belum lama ini dilaporkan ke polisi oleh anggota DPR Hillary Brigitta Lasut atas dugaan pencemaran nama baik dalam sebuah diskusi yang kebetulan mempertemukan keduanya, berikut narasumber lain. Mamat Alkatiri dianggap menggunakan kata-kata yang tak pantas dilontarkan ke publik, apalagi diliput media secara luas.
Hal tersebut merupakan contoh, kadang komika justru tersandung masalah saat membawakan materi. Dalam konteks roasting, apa yang disampaikan komika pada targetnya hampir selalu dibalut dengan komedi. Ini merupakan salah satu wadah kebebasan berpendapat untuk para komedian, untuk menyuarakan kegelisan dan kritik mereka pada target roasting.
Penggugatan pada komika oleh target sudah melenceng dari premis awal roasting yakni dengan tujuan menghibur, tak terlalu serius, dan bahkan dengan konsensus. Kalau ini dinormalisasi, bukan tak mungkin kalau stand up comedian menjadi tak asyik lagi.
Komika akan selalu bermain aman dan hanya membicarakan topik-topik normatif. Penonton lama-lama akan bosan, dan mungkin saja, akan meninggalkan panggung dalam artian sebenarnya. Dunia stand up comedy di Indonesia pun bukan tak mungkin akan mandek dan tak berkembang.
Jalan tengah sudah pasti harus dicari. Roasting yang berisi kritik dan ejekan dalam ranah berbalut komedi, harus dipahami merupakan hal yang lumrah dalam panggung pertunjukan komedi. Selama tak menyinggung isu SARA dan umpatan kasar, roasting dalam stand up komedi masih jadi salah satu pertunjukan hiburan yang menarik untuk dinikmati.